Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Demonstran dan Tim Keamanan Bringas

Negara mulai bergemuruh dengan suara lantang para mahasiswa yang terdengar dari beberapa penjuru daerah dengan tuntutan mundurnya Presiden Jokowi dari tampuk kekuasaannya yang di nilai gagal mengakomodir negara dalam segi ekonomi negara dan aspek lain-lain.

Setiap yang turun menyusuri jalanan tentu memiliki dasar kuat dibalik pergerakan yang bisa dikatakan secara masif selalu diteriakan. Pembuktian seorang Agen of Change yang berupaya merubah ketimpangan saat ini dipelataran jalanan.

Banyaknya Agen of Control yang mengatasnamakan diri dari berbagai organisasi mulai dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) hingga Organisasi-Organisasi eksternal kampus misalnya HMI dan KAMMI, PMII yang sejauh ini terlihat , Terlebih di media online karena media New* TV diputuskan kabelnya dari Monas!!

Lihat juga : Etika Politik dan Wilayah Abu-Abu

Sebagian orang sering melihat dinamika diatas dalam pandangan politis bahwa sebagian aksi ini ditunggangi oleh oknum-oknum kontestasi politik nasional. Tentu sah jika ditinjau dari Hak dari subjektivitas seseorang namun di balik semua itu alangkah lebih arifnya jika argumen seperti itu tidak berdasarkan tendensi fanatisme terhadap satu kubu yang cenderung sering di ganyang para mahasiswa.

Secara pembacaan peta pergerakan dilapangan dengan patokan situasi dan kondisi politik negara pastilah pemikiran bahwa demonstrasi terus digaungkan menguntungkan sisi lawan ketimbang petahana namun tidaklah arif jika semerta dikatakan yang melawan adalah kubu lawan. Sungguh analisis yang terbilang cukup terburu-buru karena tidak secara keseluruhan berpotensi demikian.

Karena bagi seorang mahasiswa yang memahami di almamaternya tertempel label sebagai seroang Agen dalam beberapa tanggungjawab untuk mengawal keseimbangan diantara pemerintah dan masyarakat tentu meneriakkan aspirasi dengan penuh semangat perubahan yang ikhlas.

Dilain sisi secara hukum dalam penyesuian negara demokrasi semua berhak berpendapat menyampaikan aspirasinya secara lisan maupun tulisan didepan umum dan semestinya pengamanan mengawal hak rakyat untuk dapat disampaikan secara keseluruhan.

Sayangnya sepanjang dinamika perjalanan demonstrasi selalu diwarnai dengan penghalangan anggota kepolisian yang dinamakan sebagai keamanan namun sering berakhir dengan perkelahian mahasiswa dengan petugas keamanan yang berdalih mengamankan namun beringas menendang rusuk dan pelipis mahasiswa hingga berdarah-darah.

Ini sudah sesuai SOP. Argumen singkat yang pernah dikatakan salah satu petinggi kepolisian daerah bengkulu ketika anggotanya berhasil memukul mundur mahasiswa dengan pemukulan terhadap beberapa anggota demonstran.

SOP yang mana? Apakah mahasiswa klau tidak bisa diatur maka tindakan kekerasan harus di lakukan? Atau apakah mahasiswa mulai membakar ban kalian berhak menginjak tulang rusuk dan memukul kepala dengan pentongan? Apakah sepatu laras dan pentungan sepadan dengan suara lewat mikeropon? Apakah bambu tiang bendera sepadan dengan peluru pembongkar tengkorak? Apakah tameng kalian sepadan dengan panji-panji mahasiswa yang berkibar halus? Sungguh tidaklah sepadan.

Kita telah memiliki sejarah pembantaian terhadap demonstran yang begitu besar dengan latar belakang tim keamanan di jadikan sebagai alat pemegang otoritas kekuasaan sebagai tameng pengamanan singgasananya dan bukannya menjaga dan menjadi alat penjaga keseimbang diantara rakyat dan pemerintahan. Dari sejarah inilah pihak keamanan haruslah meningkatkan integritas instansinya karena telah di cap dalam sejarah dunia sebagai alat penguasa kala itu, terlebih mencoba mengupayakan restorasi pemahaman baru yang lebih bersifat penjaga keseimbangan dalam sisi pemerintah dan masyarakat sehingga tidak dijadikan alat penguasa semata.

Pastilah kita sadari bahwa pihak keamana terikat oleh aturan-aturan dan bertanggungjawab terhadap pemegang pucuk kekuasaan dan resiko tinggi dalam proses membangkangan yang mengakibatkan para petinggi-petinggi keamanan terkadang lupa menegakkan kepalanya sebagai penjaga keamanan rakyat dan lebih cenderung menunduk merendahkan martabat instansi dan personalnya.

Lihat juga : Kanda Hapri dan Mengulas Kembali Kajian Ekopol

'Di indonesia hanya ada 3 polisi yg jujur yaitu Patung polisi, Polisi tidur dan Hoegeng' (Gus Dur)

Salam Dunia Hitam Manis

Penulis: Awin Buton

Posting Komentar untuk "Demonstran dan Tim Keamanan Bringas"