Renungan Kopi : Peringatan Tuhan Dalam Redupnya Cahaya Alam
Diatas tanah aku berjalan, dibawah payung langit indah dan bercahaya aku bisa bernaung. Siang dan malam adalah sahabat yang selalu menemaniku dari kesunyian. Hari ini aku merasa hidup dalam kebodohan karena tidak bisa keluar dari bayang-bayang kekuasaan. Hidupku seperti air laut yang Sering terjadi pasang surut ketika terjadi bulan purnama. Cahayanya yang terang saat menerangi kegelapan malam, mampu membawa keindahan dalam kesunyian, ia datang sebagai bentuk pengabdian kepada sang raja karena sumpahnya yang keras.
Kini semuanya telah terjadi, cahaya itu mulai pergi membawa namanya dan meninggalkan sejarahnya untuk kita yang masih diberi nafas kehidupan. Aku datang dan melihatnya sebagai sebuah keanggunan tuhan yang ada, kemudian dijadikan sebagai pengetahuan karena aku adalah generasi baru yang lahir di zaman kontemporer. Sudah banyak cerita yang kudengar dari mereka yang hidup di zaman dahulu, bahwa bangsa ini pernah dijajah oleh bangsa lain karena punya sumberdaya alam yang besar.
Sejak mata kita terbuka banyak hal yang bisa dilihat. Mulai dari keindahan alam yang diciptakan oleh sang pencipta, kemudian di dalamnya ada manusia sebagai makhluk yang sempurna dan merasa menjadi raja di antara makhluk-makhluk yang lain. Manusia diberi akal pikiran sehingga mampu mengelola sumber daya yang ada untuk dijadikan sebagai kebutuhan hidupnya, berbeda dengan makhluk lain yang gerak hidupnya terbatas. Perlu disadari bahwa kelebihan dan kekuatan yang ada apabila tidak digunakan dengan baik maka menghasilkan kerusakan yang berkepanjangan.
Teringat kembali ketika masa kecil di saat kita belum tahu banyak hal, kemudian seiring dengan berjalannya waktu dan proses hidup yang panjang maka kita bisa sampai di sini dengan kesungguhan hati karena mau merubah diri dan terus belajar. Sampai akhirnya kita bisa tahu bahwa sesungguhnya di dunia kita hidup ini ada unsur saling ketergantungan (simbiosis mutualisme), sehingga dalam membuat kebijakan atau melaksanakan sesuatu kita harus memikirkan dampaknya agar kita bisa menjadi manusia yang selalu berbuat kebaikan bukan sebaliknya.
Upaya menjadi manusia sempurna bukan sekedar pengetahuan mengelola yang berujung eksploitasi keuntungan personal, cahaya bulan pergi, keindahan Tuhan mulai terkikis akibat nafsu serakah. Cahaya keindahan meredup karena pengetahuan disalah arahkan dan kesempurnaan berakibat kepada bencana.
Salam dunia hitam manis
Penulis: Sarifudin Tidore
Sejak mata kita terbuka banyak hal yang bisa dilihat. Mulai dari keindahan alam yang diciptakan oleh sang pencipta, kemudian di dalamnya ada manusia sebagai makhluk yang sempurna dan merasa menjadi raja di antara makhluk-makhluk yang lain. Manusia diberi akal pikiran sehingga mampu mengelola sumber daya yang ada untuk dijadikan sebagai kebutuhan hidupnya, berbeda dengan makhluk lain yang gerak hidupnya terbatas. Perlu disadari bahwa kelebihan dan kekuatan yang ada apabila tidak digunakan dengan baik maka menghasilkan kerusakan yang berkepanjangan.
Teringat kembali ketika masa kecil di saat kita belum tahu banyak hal, kemudian seiring dengan berjalannya waktu dan proses hidup yang panjang maka kita bisa sampai di sini dengan kesungguhan hati karena mau merubah diri dan terus belajar. Sampai akhirnya kita bisa tahu bahwa sesungguhnya di dunia kita hidup ini ada unsur saling ketergantungan (simbiosis mutualisme), sehingga dalam membuat kebijakan atau melaksanakan sesuatu kita harus memikirkan dampaknya agar kita bisa menjadi manusia yang selalu berbuat kebaikan bukan sebaliknya.
Upaya menjadi manusia sempurna bukan sekedar pengetahuan mengelola yang berujung eksploitasi keuntungan personal, cahaya bulan pergi, keindahan Tuhan mulai terkikis akibat nafsu serakah. Cahaya keindahan meredup karena pengetahuan disalah arahkan dan kesempurnaan berakibat kepada bencana.
Salam dunia hitam manis
Penulis: Sarifudin Tidore
Posting Komentar untuk "Renungan Kopi : Peringatan Tuhan Dalam Redupnya Cahaya Alam"