Kesesatan Berpikir Karena Gagal Memahami Ambiguitas Kalimat
Di zaman yang rentan konflik dan rentantanya perubahan sosial akibat ketidakpahaman terhadap suata masalah lewat argumentasi yang salah terbilang buruk atau fallacy Logical/sesat-pikir dalam berpendapat sehingga menimbulkan kesalahan dalam pemaknaannya. Dan ketika timbul kesalahan pemaknaan maka akan timbul kesalahpahaman dan pada akhirnya akan timbul konflik yang dapat bersifat disintegratif.
Pengetahuan orang tentang prinsip-prinsip logis sebuah seringkali tidak memadai dari masyarakat awam sampai politisi sering kali melakukan kesalahan dalam penalaran. Bahkan kita sering melihat orang memaksakan prinsip-prinsip penalaran tersebut untuk menarik kesimpulan yang tidak relevan atau menggunakan kata-kata yang memiliki makna lebih dari satu. Dan inilah yang seringkali menyebabkan kesalahpahaman dan yang kemudian akan menimbulkan konflik. Oleh karena itu sebelum mengeluarka pendapat kita perlu memahami adanya kemungkinan sesat-pikir yang sering terjadi dalam proses berpikir kita.
Sesat-pikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah dan menyesatkan, suatu gejala berpikir yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya. Walaupun proses berpikir semacam ini menyesatkan, tetapi hal ini sering kita lakukan. Atau dalam pengertian lain Logical fallacy atau sesat-pikir logis adalah suatu komponen dalam argumen, muncul dalam statement klaim yang mengacaukan logika. Salah pikir logis menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan karena klaim argumennya tidak disusun dengan logika yang benar.
Seringkali salah pikir logika dilakukan oleh orang-orang yang kurang memahami tentang penalaran logis, orang yang tidak bisa menempatkan dirinya pada posisi orang lain, hingga orang-orang yang berpendapat bahwa ketika pendapat diserang maka egonya diserang. Golongan yang pertama ini disebut Paralogisme, yaitu pelaku salah pikir logis yang tidak menyadari salah pikir yang dilakukannya. Namun ada juga sesat-pikir logis yang disamarkan menjadi silat lidah, yang dilakukan oleh orang-orang yang berniat memperdaya, yang disebut Sofisme.
Ada banyak jenis kekeliruan yang dilakukan orang dalam melakukan penalaran atau dalam berargumen. Setiap kekeliruan dalam menalar itu merupakan argumen yang salah. Ada dua macam argumen yang salah yakni sebagai berikut.
Pertama, argumen yang sebenarnya keliru namun tetap diterima umum karena banyak orang yang menerima argumen tersebut tetapi tidak merasa kalau mereka itu sebenarnya telah tertipu. Salah pikir semacam ini disebut kekeliruan relevansi. Argumen-argumen semacam itu biasanya bersifat persuasif dan dimaksudkan untuk mempengaruhi aspek kejiwaan orang lain. Argumen-argumen semacam itu misalnya terdapat dalam pidato politik dalam kampaye, pernyataan pejabat yang dimaksudkan untuk meredam situasi, reklame untuk menawarkan barang-barang produksi.
Kedua, argumen yang keliru karena kesalahan dalam penalaran yang disebabkan oleh kecerobohan dan kekurangperhatian orang terhadap pokok persoalan yang terkait, atau keliru dalam menggunakan term dan proposisi yang memiliki ambiguitas makna bahasa yang dipergunakan dalam berargumen. Sesat- pikir semacam ini disebut penalaran yang ambigu atau ambiguitas penalaran. Misalnya, term “salah prosedur” yang sering diucapkan oleh pejabat untuk berdalih ketika mendapatkan kritik dari masyarakat. Term tersebut memiliki lebih dari satu, yaitu dapat diartikan sebagai salah interpretasi terhadap suatu perintah/instruksi, menggunakan metode atau langkah yang berbeda dan tidak dimaksudkan dalam petunjuk pelaksanaan sebuah proses kegiatan, atau pengambilan putusan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Maka karena itu, untuk menghindari kekeliruan relevansi, misalnya kita sendiri harus tetap bersikap kritis terhadap setiap argumen. Dalam hal ini, penelitian terhadap peranan bahasa dan penggunaannya merupakan hal yang sangat menolong dan penting. Realisasi keluwesan dan keanekaragaman penggunaan bahasa dapat kita manfaatkan untuk memperoleh kesimpulan yang benar dari sebuah argumen.
Sesat-pikir karena ambiguitas kalimat terjadi secara “halus”. Banyak kata yang menyebabkan kita mudah tergelincir karena banyak kata yang memiliki rasa dan makna yang berbeda-beda. Untuk menghindari terjadinya sesat-pikir tersebut, kita harus dapat mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas. Untuk itu kita harus dapat mendefinisikan setiap kata atau term yang kita pergunakan.
Salam kopi hitam
Penulis: Awin Buton
Sesat-pikir, terutama dalam politik, akan sangat efektif digunakan dalam provokasi, menggiring opini publik, debat perencanaan undang-undang, pembunuhan karakter, hingga menghindari jerat hukum. Memang, dengan memanfaatkan sesat-pikir logis sebagai silat lidah kita dapat memenangkan suatu diskusi, namun itu menjauhkan kita dari esensi permasalahan.
Pengetahuan orang tentang prinsip-prinsip logis sebuah seringkali tidak memadai dari masyarakat awam sampai politisi sering kali melakukan kesalahan dalam penalaran. Bahkan kita sering melihat orang memaksakan prinsip-prinsip penalaran tersebut untuk menarik kesimpulan yang tidak relevan atau menggunakan kata-kata yang memiliki makna lebih dari satu. Dan inilah yang seringkali menyebabkan kesalahpahaman dan yang kemudian akan menimbulkan konflik. Oleh karena itu sebelum mengeluarka pendapat kita perlu memahami adanya kemungkinan sesat-pikir yang sering terjadi dalam proses berpikir kita.
Sesat-pikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah dan menyesatkan, suatu gejala berpikir yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya. Walaupun proses berpikir semacam ini menyesatkan, tetapi hal ini sering kita lakukan. Atau dalam pengertian lain Logical fallacy atau sesat-pikir logis adalah suatu komponen dalam argumen, muncul dalam statement klaim yang mengacaukan logika. Salah pikir logis menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan karena klaim argumennya tidak disusun dengan logika yang benar.
Seringkali salah pikir logika dilakukan oleh orang-orang yang kurang memahami tentang penalaran logis, orang yang tidak bisa menempatkan dirinya pada posisi orang lain, hingga orang-orang yang berpendapat bahwa ketika pendapat diserang maka egonya diserang. Golongan yang pertama ini disebut Paralogisme, yaitu pelaku salah pikir logis yang tidak menyadari salah pikir yang dilakukannya. Namun ada juga sesat-pikir logis yang disamarkan menjadi silat lidah, yang dilakukan oleh orang-orang yang berniat memperdaya, yang disebut Sofisme.
Ada banyak jenis kekeliruan yang dilakukan orang dalam melakukan penalaran atau dalam berargumen. Setiap kekeliruan dalam menalar itu merupakan argumen yang salah. Ada dua macam argumen yang salah yakni sebagai berikut.
Pertama, argumen yang sebenarnya keliru namun tetap diterima umum karena banyak orang yang menerima argumen tersebut tetapi tidak merasa kalau mereka itu sebenarnya telah tertipu. Salah pikir semacam ini disebut kekeliruan relevansi. Argumen-argumen semacam itu biasanya bersifat persuasif dan dimaksudkan untuk mempengaruhi aspek kejiwaan orang lain. Argumen-argumen semacam itu misalnya terdapat dalam pidato politik dalam kampaye, pernyataan pejabat yang dimaksudkan untuk meredam situasi, reklame untuk menawarkan barang-barang produksi.
Kedua, argumen yang keliru karena kesalahan dalam penalaran yang disebabkan oleh kecerobohan dan kekurangperhatian orang terhadap pokok persoalan yang terkait, atau keliru dalam menggunakan term dan proposisi yang memiliki ambiguitas makna bahasa yang dipergunakan dalam berargumen. Sesat- pikir semacam ini disebut penalaran yang ambigu atau ambiguitas penalaran. Misalnya, term “salah prosedur” yang sering diucapkan oleh pejabat untuk berdalih ketika mendapatkan kritik dari masyarakat. Term tersebut memiliki lebih dari satu, yaitu dapat diartikan sebagai salah interpretasi terhadap suatu perintah/instruksi, menggunakan metode atau langkah yang berbeda dan tidak dimaksudkan dalam petunjuk pelaksanaan sebuah proses kegiatan, atau pengambilan putusan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Maka karena itu, untuk menghindari kekeliruan relevansi, misalnya kita sendiri harus tetap bersikap kritis terhadap setiap argumen. Dalam hal ini, penelitian terhadap peranan bahasa dan penggunaannya merupakan hal yang sangat menolong dan penting. Realisasi keluwesan dan keanekaragaman penggunaan bahasa dapat kita manfaatkan untuk memperoleh kesimpulan yang benar dari sebuah argumen.
Sesat-pikir karena ambiguitas kalimat terjadi secara “halus”. Banyak kata yang menyebabkan kita mudah tergelincir karena banyak kata yang memiliki rasa dan makna yang berbeda-beda. Untuk menghindari terjadinya sesat-pikir tersebut, kita harus dapat mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas. Untuk itu kita harus dapat mendefinisikan setiap kata atau term yang kita pergunakan.
Salam kopi hitam
Penulis: Awin Buton
Posting Komentar untuk "Kesesatan Berpikir Karena Gagal Memahami Ambiguitas Kalimat"