Bagan Alir Pengelolaan Bencana di Wilayah Kepesisiran serta Penjelasannya
Perlu difahami bahwa risiko bencana merupakan hubungan berbanding lurus antara faktor bahaya dan faktor kerentanan di suatu wilayah. Sehingga jika suatu tempat mempunyai nilai potensi bahaya dan kerentanan yang tinggi, maka risiko yang ditimbullkan juga akan tinggi. Pada dasarnya, tidak ada sistem yang tertutup di muka bumi.
Semua sistem yang bekerja di bumi saling terkait, saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga jika terjadi suatu fenomena tertentu di suatu tempat, maka pengaruhnya bukan hanya lokal, tetapi lebih luas dan bisa menyebar secara global. Perhatikan gambar bagan alir pengelolaan bencana di wilayah kepesisiran di atas.
Potensi bahaya yang ada di wilayah kepesisiran dapat timbul dari tiga sistem yang saling terhubung dengan wilayah kepesisiran itu sendiri. Tiga sistem yang di maksud adalah bahaya yang berasal dari sistem DAS (upland area), bahaya yang berasal dari sistem laut/lautan (marine), dan bahaya yang memang khas menjadi karakteristik wilayah kepesisiran itu sendiri. Ketiga sistem ini saling terkait dan memberikan tambahan beban tingkat bahaya di wilayah pesisir. Sebagai contoh, kerusakan lahan di wilayah hulu (upland) akan memberikan dampak erosi yang masif dan besar, sehingga hasil sedimen juga besar.
Semua sistem yang bekerja di bumi saling terkait, saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga jika terjadi suatu fenomena tertentu di suatu tempat, maka pengaruhnya bukan hanya lokal, tetapi lebih luas dan bisa menyebar secara global. Perhatikan gambar bagan alir pengelolaan bencana di wilayah kepesisiran di atas.
Potensi bahaya yang ada di wilayah kepesisiran dapat timbul dari tiga sistem yang saling terhubung dengan wilayah kepesisiran itu sendiri. Tiga sistem yang di maksud adalah bahaya yang berasal dari sistem DAS (upland area), bahaya yang berasal dari sistem laut/lautan (marine), dan bahaya yang memang khas menjadi karakteristik wilayah kepesisiran itu sendiri. Ketiga sistem ini saling terkait dan memberikan tambahan beban tingkat bahaya di wilayah pesisir. Sebagai contoh, kerusakan lahan di wilayah hulu (upland) akan memberikan dampak erosi yang masif dan besar, sehingga hasil sedimen juga besar.
Sedimen yang terlarut akan masuk ke sistem sungai dan akhirnya akan menuju muara sungai (wilayah pesisir) sehingga mengakibatkan pendangkalan dan mengurangi kapasitas tampung sungai. Di saat yang sama, air laut yang pasang akan mempengaruhi muara sungai sehingga air dari sungai tak bisa keluar dengan lancar ke arah laut. Dengan adanya sedimen yang mengurangi daya tampung sungai, dan pasang air laut yang terjadi bersamaan, maka hasilnya adalah banjir rob. Kondisi ini biasanya akan diperparah dengan adanya eksplorasi air tanah yang over eksploitative di ikuti land subsidence di wilayah pesisir tersebut, sehingga intrusi air laut akan memperbesar risiko bencana yang terjadi. kerugian yang akan terjadi menjadi lebih kompleks, bukan hanya ekonomi saja, tapi meliputi kerugian secara fisik, lingkungan, dan sosial masyarakat.
Kondisi yang sedemikian kompleks di wilayah peesisir memerlukan pendekatan pengelolaan yang holistik, komprensif dan terintegrasi. Dengan pendekatan multihazard yang dijadikan dalam satu kerangka pengelolaan terintegrasi antara pesisir dan DAS, maka diharapkan akan dicapai suatu hasil pengelolaan yang mampu mengurangi risiko bencana di wilayah pesisir secara komprehensif.
Kondisi yang sedemikian kompleks di wilayah peesisir memerlukan pendekatan pengelolaan yang holistik, komprensif dan terintegrasi. Dengan pendekatan multihazard yang dijadikan dalam satu kerangka pengelolaan terintegrasi antara pesisir dan DAS, maka diharapkan akan dicapai suatu hasil pengelolaan yang mampu mengurangi risiko bencana di wilayah pesisir secara komprehensif.
Posting Komentar untuk "Bagan Alir Pengelolaan Bencana di Wilayah Kepesisiran serta Penjelasannya"