Rocky Gerung, Topik Pembicaraan Saat Ngopi
Malam Minggu, di saat yang lain mungkin sedang asik jalan-jalan ke mall dan tempat-tempat hiburan lainnya, kami berempat lebih memilih ngopi, bersilaturahmi sambil berdiskusi apa saja, sebab kadang-kadang juga dapat berkumpul seperti ini.
Rocky Gerung menjadi bahan pembicaraan malam ini. Penampilan serta argumentnya di salah satu acara bergengsi di Indonesia yaitu Indonesia Lawyers Club (ILC) beberapa waktu lalu menjadikan topik hangat untuk di diskusikan sambil ngopi.
Salah satu pernyataannya yang sangat mengandung kontroversi yaitu "Kitab Suci adalah Fiksi". Dengan latar belakang keilmuan serta pemikiran filsafat, bisa saja hal ini dianggap mengandung makna yang negatif oleh orang-orang yang melihat atau menafsirkannya bukan dengan dasar pemikiran kefilsafatan.
Lihat juga :
Banyak Belajar Filsafat Tapi Tidak Bijaksana, Omong Kosong !
Kajian Filsafat : Filsafat Ilmu Pengetahuan yang Tidak Menyesatkan (Buruk)
Fiksi dan Fiktif merupakan dua kata yang mengandung makna berbeda, Fiktif adalah suatu kebohongan, sesuatu yang jelas tidak benar adanya sedang Fiksi merupakan suatu Fiksional atau keyakinan terhadap sesuatu yang belum terjadi atau bisa saja terjadi bahkan bisa saja tidak akan terjadi.
Kata Fiksi sering dipakai dalam dunia penulisan buku atau novel. Misalnya novel dengan kategori fiksi dan non fiksi. Hal subtansional yang ingin saya garis bawahi di sini yaitu kata Fiksi bukanlah sesuatu hal yang negatif sedangkan fiktif sudah pasti yang termasuk dalam hal negatif sebab mengandung arti kebohongan.
Seorang penulis novel kategori fiksi misalnya, dia menuliskan segala kejadian dalam cerita novel tersebut berdasarkan imajinasi atau pemikiran fiksinya. Apakah itu salah ? tidak sebab yang dia pikirkan belum terjadi atau bisa saja terjadi dikemudian hari. Itulah kenapa dunia penulisan menggunakan kata fiksi bukan fiktif.
Sehingga kata Fiksi dalam konteks pernyataan Rocky Gerung terkait Kitab Suci menurut saya yaitu sebuah bentuk kepercayaan dan keyakinan kita bahwa segala yang tertuang dalam Kitab Suci adalah sesuatu yang benar terjadi, telah terjadi dan akan terjadi di kemudian hari.
Cara berpikir Rocky Gerung menurut saya sangat terstruktur dan sistematis, itu wajar saja sebagai seorang yang dasar keilmuannya filsafat sebab ciri khas orang filsafat yaitu sistematis dalam menganalisis segala sesuatu dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang disampaiakan. Artinya bahwa apa yang akan sampaikan ke publik, tema atau argument tersebut telah dikaji secara mendalam terlebih dahulu.
Saya tidak mengidolakan Rocky Gerung, hanya saja memiliki persepsi yang sama dalam konteks kata fiksi dan fiktif. Saya sendiri hingga saat ini belum pernah mengidolakan orang lain selain kedua orang tua saya hehe.
Sekilas terlihat Rocky Gerung memiliki mental dan strategi debat di forum yang cukup baik, hal itu terlihat dari manajemen emosionalnya dan cara dia memancing emosional orang hingga keluar dalam wujud kemarahan. Dalam berdebat, apalagi sekelas forum besar, kecerdesan emosional itu merupakan hal yang sangat penting selain dari intelektualitas. Ketika kita gagal dalam mengendalikan pengaruh rangsangan emosional maka kesadaran dan kecerdasan berpikir termasuk konsentrasi kita dapat terganggu dan hal ini akan berpengaruh dari setiap kalimat yang kita ucapkan.
Pada acara yang sama yaitu Indonesia Lawyers Club dalam pembahasan tentang "Divestasi Freeport" Rocky Gerung membuat kesal dan mungkin sedikit marah Ali Mochtar Ngabalin saat komentarnya mau di tanggapi oleh Ngabalin dan dia menolak tak mau mendengarnya. Hal itu membuat Ngabalin kesal dan mungkin sedikit marah sedang Rocky hanya tersenyum.
Bukan membela atau mengidolakan, kami hanya Rocky Gerung dengan kacamata Filsafat, tidak menafikkan sebab kami yang ongobrol sambil ngopi malam ini bukan berasal dari disiplin keilmuan filsafat tapi kebetulan dalam konteks manusia kami juga banyak belajar tentang filsafat. Mungkin hal itulah yang menjadi pendekatan dalam menanggapi pemikiran-pemikiran Rocky Gerung.
Rocky Gerung menjadi bahan pembicaraan malam ini. Penampilan serta argumentnya di salah satu acara bergengsi di Indonesia yaitu Indonesia Lawyers Club (ILC) beberapa waktu lalu menjadikan topik hangat untuk di diskusikan sambil ngopi.
Salah satu pernyataannya yang sangat mengandung kontroversi yaitu "Kitab Suci adalah Fiksi". Dengan latar belakang keilmuan serta pemikiran filsafat, bisa saja hal ini dianggap mengandung makna yang negatif oleh orang-orang yang melihat atau menafsirkannya bukan dengan dasar pemikiran kefilsafatan.
Lihat juga :
Banyak Belajar Filsafat Tapi Tidak Bijaksana, Omong Kosong !
Kajian Filsafat : Filsafat Ilmu Pengetahuan yang Tidak Menyesatkan (Buruk)
Fiksi dan Fiktif merupakan dua kata yang mengandung makna berbeda, Fiktif adalah suatu kebohongan, sesuatu yang jelas tidak benar adanya sedang Fiksi merupakan suatu Fiksional atau keyakinan terhadap sesuatu yang belum terjadi atau bisa saja terjadi bahkan bisa saja tidak akan terjadi.
Kata Fiksi sering dipakai dalam dunia penulisan buku atau novel. Misalnya novel dengan kategori fiksi dan non fiksi. Hal subtansional yang ingin saya garis bawahi di sini yaitu kata Fiksi bukanlah sesuatu hal yang negatif sedangkan fiktif sudah pasti yang termasuk dalam hal negatif sebab mengandung arti kebohongan.
Seorang penulis novel kategori fiksi misalnya, dia menuliskan segala kejadian dalam cerita novel tersebut berdasarkan imajinasi atau pemikiran fiksinya. Apakah itu salah ? tidak sebab yang dia pikirkan belum terjadi atau bisa saja terjadi dikemudian hari. Itulah kenapa dunia penulisan menggunakan kata fiksi bukan fiktif.
Sehingga kata Fiksi dalam konteks pernyataan Rocky Gerung terkait Kitab Suci menurut saya yaitu sebuah bentuk kepercayaan dan keyakinan kita bahwa segala yang tertuang dalam Kitab Suci adalah sesuatu yang benar terjadi, telah terjadi dan akan terjadi di kemudian hari.
Cara berpikir Rocky Gerung menurut saya sangat terstruktur dan sistematis, itu wajar saja sebagai seorang yang dasar keilmuannya filsafat sebab ciri khas orang filsafat yaitu sistematis dalam menganalisis segala sesuatu dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang disampaiakan. Artinya bahwa apa yang akan sampaikan ke publik, tema atau argument tersebut telah dikaji secara mendalam terlebih dahulu.
Saya tidak mengidolakan Rocky Gerung, hanya saja memiliki persepsi yang sama dalam konteks kata fiksi dan fiktif. Saya sendiri hingga saat ini belum pernah mengidolakan orang lain selain kedua orang tua saya hehe.
Sekilas terlihat Rocky Gerung memiliki mental dan strategi debat di forum yang cukup baik, hal itu terlihat dari manajemen emosionalnya dan cara dia memancing emosional orang hingga keluar dalam wujud kemarahan. Dalam berdebat, apalagi sekelas forum besar, kecerdesan emosional itu merupakan hal yang sangat penting selain dari intelektualitas. Ketika kita gagal dalam mengendalikan pengaruh rangsangan emosional maka kesadaran dan kecerdasan berpikir termasuk konsentrasi kita dapat terganggu dan hal ini akan berpengaruh dari setiap kalimat yang kita ucapkan.
Pada acara yang sama yaitu Indonesia Lawyers Club dalam pembahasan tentang "Divestasi Freeport" Rocky Gerung membuat kesal dan mungkin sedikit marah Ali Mochtar Ngabalin saat komentarnya mau di tanggapi oleh Ngabalin dan dia menolak tak mau mendengarnya. Hal itu membuat Ngabalin kesal dan mungkin sedikit marah sedang Rocky hanya tersenyum.
Bukan membela atau mengidolakan, kami hanya Rocky Gerung dengan kacamata Filsafat, tidak menafikkan sebab kami yang ongobrol sambil ngopi malam ini bukan berasal dari disiplin keilmuan filsafat tapi kebetulan dalam konteks manusia kami juga banyak belajar tentang filsafat. Mungkin hal itulah yang menjadi pendekatan dalam menanggapi pemikiran-pemikiran Rocky Gerung.
Posting Komentar untuk "Rocky Gerung, Topik Pembicaraan Saat Ngopi"