Tubuh Mulai Menegur Logika
Sibuk dengan beragam aktivitas membuat semangat ini terus bergerak, lahir dari kebiasaan-kebiasaan menyibukan diri dengan beragam aktivitas saat masih di perguruan tinggi menjadikan hal itu terus berlangsung hingga melekat pada karakter pribadi sampai sekarang. Padahal sebelum bersetuhan dengan dunia kampus, karakter semangat itu hilang entah kemana.
Benar apa yang dikatakan oleh tokoh ilmuan sosial bahwa manusia merupakan produk lingkungan sekitar. Dimana lingkungan kita berada, maka suasana kehidupan saat itu dapat berpengaruh pada diri kita. Apalagi lingkungan perguruan tinggi yang menuntut kita untuk untuk mandiri dalam kedewasaan berpikir dalam beraktivitas.
Tubuh kita sendiri memiliki kemampuan serta daya tahan tubuh yang berbeda-beda. Itulah yang menyebabkan tubuh mulai menegur logika. Disaat tubuh mulai mengeluh dengan semangat logika untuk terus bergerak maka efek sebagai manusia biasa adalah sakit.
Batuk dan influenza menjadi alarm teguran untuk tubuh, itulah puncak klimaks dari titik maksimal daya tahan tubuh. Heranya bukan obat yang dibutuhkan tapi cukup memanjakan tubuh di atas ranjang kamar untuk waktu sehari atau hari demi menikmati waktu istirahat penuh bagi tubuh. Logika juga dipaksa tubuh untuk pasif dalam keaktifannya.
Istirahat yang cukup dan berhenti berpikiran rumit menjadi obat penawar untuk kembali membujuk tubuh untuk berdamai dengan logika (pikiran). Jadi, sakit itu selalu menjadi penanda bagi saya jika tubuh telah menegur logika dari semangatnya yang tak mengenal waktu.
Seperti yang sedikit saya singgung di atas bahwa internal daya tahan tubuh setiap orang berbeda-beda begitu juga respon yang ditimbulkan saat kelelahan.
Alhamdulillah ternyata teguran itu menjadi pengingat bagi saya untuk menjadi manusia yang bijak teradap diri sendiri. Manusia yang tak hanya bersahabat dengan pikiran tapi juga merajut kasih dengan tubuh ini. Sebab apapun kesibukan kita keharmonisan tubuh dan logika menjadi keseimbangan yang utuh. Sebagai contoh nyata yang kadang kita rasakan disaat kita kelelahan pasti pikiran kita tidak dapat berkonsentrasi dengan baik begitu juga sebaliknya disaat pikiran kita lagi tidak stabil atau bahasa kerennya galau hehe maka tubuh kita juga menjadi malas untuk beraktivitas ekstra.
Maka sesibuk apapun kita, seaktif apapun kita dalam keidupan ini hargailah tubuh dengan tegurannya dan logika dengan kegalauan maka keseimbangan menjadi prioritas dalam kestabilan menjalani keidupan.
Benar apa yang dikatakan oleh tokoh ilmuan sosial bahwa manusia merupakan produk lingkungan sekitar. Dimana lingkungan kita berada, maka suasana kehidupan saat itu dapat berpengaruh pada diri kita. Apalagi lingkungan perguruan tinggi yang menuntut kita untuk untuk mandiri dalam kedewasaan berpikir dalam beraktivitas.
Tubuh kita sendiri memiliki kemampuan serta daya tahan tubuh yang berbeda-beda. Itulah yang menyebabkan tubuh mulai menegur logika. Disaat tubuh mulai mengeluh dengan semangat logika untuk terus bergerak maka efek sebagai manusia biasa adalah sakit.
Batuk dan influenza menjadi alarm teguran untuk tubuh, itulah puncak klimaks dari titik maksimal daya tahan tubuh. Heranya bukan obat yang dibutuhkan tapi cukup memanjakan tubuh di atas ranjang kamar untuk waktu sehari atau hari demi menikmati waktu istirahat penuh bagi tubuh. Logika juga dipaksa tubuh untuk pasif dalam keaktifannya.
Istirahat yang cukup dan berhenti berpikiran rumit menjadi obat penawar untuk kembali membujuk tubuh untuk berdamai dengan logika (pikiran). Jadi, sakit itu selalu menjadi penanda bagi saya jika tubuh telah menegur logika dari semangatnya yang tak mengenal waktu.
Seperti yang sedikit saya singgung di atas bahwa internal daya tahan tubuh setiap orang berbeda-beda begitu juga respon yang ditimbulkan saat kelelahan.
Alhamdulillah ternyata teguran itu menjadi pengingat bagi saya untuk menjadi manusia yang bijak teradap diri sendiri. Manusia yang tak hanya bersahabat dengan pikiran tapi juga merajut kasih dengan tubuh ini. Sebab apapun kesibukan kita keharmonisan tubuh dan logika menjadi keseimbangan yang utuh. Sebagai contoh nyata yang kadang kita rasakan disaat kita kelelahan pasti pikiran kita tidak dapat berkonsentrasi dengan baik begitu juga sebaliknya disaat pikiran kita lagi tidak stabil atau bahasa kerennya galau hehe maka tubuh kita juga menjadi malas untuk beraktivitas ekstra.
Maka sesibuk apapun kita, seaktif apapun kita dalam keidupan ini hargailah tubuh dengan tegurannya dan logika dengan kegalauan maka keseimbangan menjadi prioritas dalam kestabilan menjalani keidupan.
“Menulis ini tepat saat saya sedang berada dalam suasana tubuh menegur logika”
Posting Komentar untuk "Tubuh Mulai Menegur Logika"