Prinsip Hidup yang Mulai Terjual Belikan Oleh Zaman
Prinsip Hidup yang Mulai Terjual Belikan Oleh Zaman - Perkembangan kehidupan manusia selalu dinaungi oleh zaman. Teknologi dan gaya hidup berjalan selaras secara cepat hingga manusia dipaksa untuk mengikutinya tanpa batas. Pada dasarnya manusia lahir dengan pemikiran kosong akan memori kehidupan dunia. Zaman mulai mendidik melalui orang-orang sekitar pada konteks yang perbedaan budaya, suku dan georafis.
Tidak dapat dipungkiri laju perkembangan kehidupan setiap zaman semakin pesat, apakah ini bertanda bahwa kita lupa akan tujuan terciptaanya kita sebagai makhluk yang sempurna ? ataukah kita menikmati kesempurnaan terciptanya diri kita secara berlebihan ? maka orang-orang tak berTuhan akan tertawa riang kepada sang penyembah sebab mengaku ciptaan dan mengabaikan Pencipta.
Senyum mulai meragu, tertawa semakin nikmat, jangan-jangan silaturahmi hanyalah simbol egois yang dibuat samar. Berjabat tangan sebagai simbol dan hati tetap bersebelahan tanpa senyum. Pemberian menjadi ingatan dan penerima selalu menikmati tanpa sadar akan memberi. Zaman tetap tenang mendengar suara kehidupan yang semakin berisik akan kenikmatan yang merajalela.
Nilai kehidupan semakin bergengsi dan orang-orang semakin hebat untuk mencapainya dengan segala cara, nasehat para moyang hanya menjadi kenangan yang akan diingat saat duduk menikmati ruang dalam kesendirian dan tetap hilang sesaat ketika mulut dan jiwa menyatu dalam dunia-dunia kecil dengan bersuara sebagai kelompok pemain.
Desakan zaman semakin keras dengan teknologi sehingga alam mulai lupa untuk membenahi diri. Manusia menjadi hedonisme, apakah kita penimat zaman ? ataukah kita hanya orang-orang mengendalikan zaman itu sendiri dengan alibi kemanusiaan ? Munafik menjadi makanan penutup dan pembuka hingga dia benar-benar nyata.
Manusia dituntut oleh perkembangan zaman dan teknologi agar tidak terisolasi. Sulit mengikuti dan lambat berlari hingga tak ragu menggunakan energi orang lain untuk melangkah cepat tanpa menghiraukan etika yang telah lama bersahabat.
Rasa persaudara terkikis tanpa terlihat dan kita tetap berpura-pura lupa dan desakan kebutuhan menjadi cambuk peradaban. Nilai-nilai kemanusiaan hilang pada sumbernya hati. Hak menjadi tuntutan dan kewajiban menjadi manja tak menghiraukan hingga kita menjadi lupa akan kemanusiaan dan hanya teringat dalam pencitraan.
Berpikir hebat padahal zaman masih tertawa akan kebodohan, berpikir mampu padahal langit masih cerah dan hujan masih sama seperti dulu. Gagal dalam teknologi dan mengaku hebat dalam level rendah. Tetap mengikuti hal yang dibenci sebab kadang ada pilihan untuk memilih. Benarkah demikian ? atau kita yang belum mampu membuat pilihan !
Saat itulah kita harus mampu berkembang dengan bebas namun terarah dalam kemanusiaan. Menjadi hebat tak perlu mewah seperti yang mereka katakan sebab hebat adalah pengkuan zaman dan prinsip hidup suci manusia. Mampu membuat peluang tanpa dibodohi oleh zaman, mampu tetap merdeka tanpa dijajah oleh zaman, mampu hidup sejahtera hingga tak perduli setiap zaman sebab kita lebih hebat dari semua zaman dan kita yang mengendalikan zaman kita sendiri.
“ Hidup adalah pilihan, baik dan buruk kita yang tentukan dalam setiap waktu dan zaman “
Tidak dapat dipungkiri laju perkembangan kehidupan setiap zaman semakin pesat, apakah ini bertanda bahwa kita lupa akan tujuan terciptaanya kita sebagai makhluk yang sempurna ? ataukah kita menikmati kesempurnaan terciptanya diri kita secara berlebihan ? maka orang-orang tak berTuhan akan tertawa riang kepada sang penyembah sebab mengaku ciptaan dan mengabaikan Pencipta.
Senyum mulai meragu, tertawa semakin nikmat, jangan-jangan silaturahmi hanyalah simbol egois yang dibuat samar. Berjabat tangan sebagai simbol dan hati tetap bersebelahan tanpa senyum. Pemberian menjadi ingatan dan penerima selalu menikmati tanpa sadar akan memberi. Zaman tetap tenang mendengar suara kehidupan yang semakin berisik akan kenikmatan yang merajalela.
Nilai kehidupan semakin bergengsi dan orang-orang semakin hebat untuk mencapainya dengan segala cara, nasehat para moyang hanya menjadi kenangan yang akan diingat saat duduk menikmati ruang dalam kesendirian dan tetap hilang sesaat ketika mulut dan jiwa menyatu dalam dunia-dunia kecil dengan bersuara sebagai kelompok pemain.
Desakan zaman semakin keras dengan teknologi sehingga alam mulai lupa untuk membenahi diri. Manusia menjadi hedonisme, apakah kita penimat zaman ? ataukah kita hanya orang-orang mengendalikan zaman itu sendiri dengan alibi kemanusiaan ? Munafik menjadi makanan penutup dan pembuka hingga dia benar-benar nyata.
Manusia dituntut oleh perkembangan zaman dan teknologi agar tidak terisolasi. Sulit mengikuti dan lambat berlari hingga tak ragu menggunakan energi orang lain untuk melangkah cepat tanpa menghiraukan etika yang telah lama bersahabat.
Rasa persaudara terkikis tanpa terlihat dan kita tetap berpura-pura lupa dan desakan kebutuhan menjadi cambuk peradaban. Nilai-nilai kemanusiaan hilang pada sumbernya hati. Hak menjadi tuntutan dan kewajiban menjadi manja tak menghiraukan hingga kita menjadi lupa akan kemanusiaan dan hanya teringat dalam pencitraan.
Berpikir hebat padahal zaman masih tertawa akan kebodohan, berpikir mampu padahal langit masih cerah dan hujan masih sama seperti dulu. Gagal dalam teknologi dan mengaku hebat dalam level rendah. Tetap mengikuti hal yang dibenci sebab kadang ada pilihan untuk memilih. Benarkah demikian ? atau kita yang belum mampu membuat pilihan !
Saat itulah kita harus mampu berkembang dengan bebas namun terarah dalam kemanusiaan. Menjadi hebat tak perlu mewah seperti yang mereka katakan sebab hebat adalah pengkuan zaman dan prinsip hidup suci manusia. Mampu membuat peluang tanpa dibodohi oleh zaman, mampu tetap merdeka tanpa dijajah oleh zaman, mampu hidup sejahtera hingga tak perduli setiap zaman sebab kita lebih hebat dari semua zaman dan kita yang mengendalikan zaman kita sendiri.
“ Hidup adalah pilihan, baik dan buruk kita yang tentukan dalam setiap waktu dan zaman “
Posting Komentar untuk "Prinsip Hidup yang Mulai Terjual Belikan Oleh Zaman "