Pohon Eboni / Kayu Hitam (Diospyros celebica)
Kayu eboni adalah jenis kayu yang dihasilkan oleh pohon dari spesies Diospyros celebica. Di Indonesia hanya ditemui tumbuh tersebar secara alami di Pulau Sulawesi yang masuk ke dalam wilayah Wallacea.
Menurut Samingan (1982) sistematika jenis pohon eboni adalah sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Ebenales
Famili : Ebenaceae
Genus : Diospyros
Spesies : Diospyros celebica Bakh.
Pohon eboni mudah dikenal karena kulit luar yang beralur mengelupas dan berwarna hitam seperti arang. Mempunyai tinggi yang dapat mencapai 40 meter, dengan batang bebas cabang 23 m, diameter 117 cm dan berakar banir 4 m. Kayu eboni merupakan jenis kayu mewah karena coraknya yang indah dan tergolong kuat dan indah. Kayu terasnya yang berwarna hitam dengan garis serat kemerah-merahan sampai kecoklatan penyebab kayu ini banyak diminati orang dari dalam maupun luar negeri. Usaha melindungi dan melestarikan kembali jenis eboni dari keterbatasannya di alam yang merupakan usaha-usaha konservasi in-situ, banyak mengalami kegagalan. Seringkali dijumpai pada areal bekas tebangan yang telah ditanami anakan eboni ditinggal pergi tanpa hasil. Besar dugaan bahwa kekurangberhasilan ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang sifat ekologis eboni. Tumbuhan dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri sebagai individu atau suatu kelompok tumbuhan yang terisolasi, namun dalam perkembangannya akan berinteraksi dengan lingkungannya.
Komunitas tumbuhan yang hidup pada suatu habitat mempunyai kemampuan untuk bereaksi terhadap suatu rangsangan, misalnya terjadinya perubahan iklim akibat dari pembukaan hutan. Sesuai yang dikemukakan Irwan (1992) bahwa ada banyak persyaratan dari suatu jenis tumbuhan terhadap lingkungan agar kelangsungan hidupnya dapat berlanjut, lingkungan hams dapat memenuhi kebutuhan minimum dari kehidupannya. Selanjutnya dikatakan bahwa habitat yang sesuai tentunya akan memberikan kehidupan yang optimal dan setiap jenis tumbuhan akan mempunyai lebih dari satu habitat.
Yovita (1993) mengatakan bahwa faktor-faktor lingkungan penunjang pertumbuhan tanaman antara lain adalah ketinggian tempat, curah hujan, jenis tanah, ketersediaan air dan kemiringan lereng. Oleh Gintings (1990) juga dikatakan bahwa eboni mempunyai persyaratan tempat tumbuh pada wilayah beriklim C - D (curah hujan 1500 mm per tahun), pada jenis tanah berkapur, pasir, liat dan berbatu pada ketinggian tempat 400 meter di atas permukaan laut. Selanjutnya Sidiyasa (1988) berpendapat bahwa pada kondisi kelembaban dan sinar yang cukup, biji-biji eboni dapat dengan cepat berkecambah. Soerianegara (1967) juga berpendapat bahwa eboni dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah mulai dari tanah berkapur, berpasir sampai tanah liat dan berbatu asal tanah tidak becek. Tanah pada hutan eboni bersifat permeabel sehingga keadaannya kering, tekstur lempung dan tergolong dalam tanah-tanah kapur.
Dikemukakan pula oleh Sagala (1994), bahwa di Sulawesi terdapat ± satu juta hektar hutan eboni yang tersebar di Bolaang Mongondow (Propinsi Sulawesi Utara) seluas 100.000 hektar, Donggala dan Poso (Propinsi Sulawesi Tengah masing-masing 700.000 hektar dan 100.000 hektar dan di Mamuju dan Luwu (Propinsi Sulawesi Selatan) masing-masing 50.000 hektar. Dikatakan pula bahwa pohon eboni paling banyak ditemukan pada ketinggian tempat 400 m dpi. Di Mamuju rata-rata ditemukan tumbuh di lereng yang terjal (60%) dan kondisi tanah berbatu. Di Tabalu (Sulawesi
Tengah) permudaan alam eboni berkembang dengan baik di bawah naungan kanopi dan lebih menyenangi bila ada bukaan sedikit. Hal ini sesuai dengan yang ditulis Seran et al. (1988), bahwa keberadaan permudaan alam eboni pada tingkat semai di Cagar Alam Kalaena jauh lebih banyak dari pada permudaan tingkat pancang maupun tiang yaitu dengan melihat Nilai Penting (NP) masingmasing adalah 35,80% dan 24,94%.
Tempat Tumbuh
Tegakan Eboni di daerah ini tumbuh baik mulai pada ketinggian 30 m dpl.Namun pada ketinggian tersebut habitatnya telah berubah menjadi kebun coklat dan sisasisa tegakan Eboni tersebar di kebun-kebun masyarakat sehingga upaya pelestarian tak mungkin terjadi. Pada ketinggian sekitar 100 mdpl kelimpahan jenis di kawasan hutan ini kurang lebih 1,50 pohon per hektar atau dengan estimasi volume tegakan 3,29 m3/ha. Ancaman serius di lokasi ini adalah masih adanya penebangan liar kayu Eboni sesuai hasil pengamatan, wawancara, dan investigasi.
Habitat eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Sulawesi Barat berada pada koordinat 0°58'70,3" - 02°35,0'31" LS dan 119°33,0'40,3" - 119°6,0'34,7" BT. Luas hutan primer dan sekunder sampai pada ketinggian 500 mdpl yang merupakan habitat boni yang optimal adalah 290.104 ha dan 936.498 ha. Areal tersebut memanjang dari Kabupaten Poso sampai dengan Kabupaten Parigi-Moutong yang berbatasan dengan Propinsi Gorontalo.
Penyebaran
Eboni (Diospyros celebica Bakh) merupakan salah satu jenis tanaman kayu endemik Pulau Sulawesi, dengan daerah penyebaran utamanya berada di Sulawesi Tengah. Jenis kayu Eboni biasanya tumbuh di hutan dataran rendah, sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, dengan jenis tanah mulai dari tanah kapur, tanah latosol sampai podsolik merah kuning. Dengan kata lain, kayu hitam hidup di daerah Miskin hara atau dapat dikatakan hidup di daerah yang kurang subur dimana daerah itu kurang zat-zat Nitrogen, Kalsium, Fosfor, Kalium. Kayu Hitam baru bisa hitam jika sudah berumur 100 tahun, dan kualitas kayu hitam yang bagus jika kayu tersebut tumbang sendiri, karena jika kayu hitam ditebang dalam waktu yang kurang layak maka kayunya tidak hitam dan kualitas kayu masih rendah.
Jenis kayu hitam yang ada di Sulawesi Tengah bermacam-macam. Mulai dari jenis Gubal, yaitu jenis kayu hitam yang di dalamnya terdapat banyak kandungan warna merah. Jenis kayu Gubal ini terdiri dari 2 jenis yaitu jenis Temasa (serat lurus dengan warna agak merah) dan Memasa (serat agak bengkok dengan warna agak merah). Pasaran Hongkong sangat menyukai jenis ini. Selain itu ada pula jenis Batang Matches, yaitu jenis kayu hitam yang berwarna hitam dengan serat lurus dari ujung ke ujung. Jenis ini merupakan jenis kayu hitam yang paling banyak terdapat di Kabupaten Poso dan termasuk jenis kayu yang paling mahal dan banyak diminati orang-orang pada umumnya.
Fenologi
Musim buah eboni biasanya sekitar bulan September s/d Nopember dengan jumlah bijinya 1.100/kg (Martawijaya et al, 1981). Musim berbunga Maret-Mei, buah masak Oktober-Desember. Pemanenan dengan cara dipanjat, hindari dari jatuhan karena rentan diserang jamur Peniulliopsis clavariaeformis. Ekstraksi benih setelah diperam 24 jam untuk memudahkan dalam pengupasan. Biji tua berwarna coklat kehitaman berbentuk bulat panjang 2-5 cm tebal 0,501,5 cm. Rata-rata dalam 1 kg terdapat 1100 biji. (Soerianegara, I. 1976).
Lihat juga : Pohon Cendana, Ekologi dan Penyebarannya
Menurut Samingan (1982) sistematika jenis pohon eboni adalah sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Ebenales
Famili : Ebenaceae
Genus : Diospyros
Spesies : Diospyros celebica Bakh.
Pohon eboni mudah dikenal karena kulit luar yang beralur mengelupas dan berwarna hitam seperti arang. Mempunyai tinggi yang dapat mencapai 40 meter, dengan batang bebas cabang 23 m, diameter 117 cm dan berakar banir 4 m. Kayu eboni merupakan jenis kayu mewah karena coraknya yang indah dan tergolong kuat dan indah. Kayu terasnya yang berwarna hitam dengan garis serat kemerah-merahan sampai kecoklatan penyebab kayu ini banyak diminati orang dari dalam maupun luar negeri. Usaha melindungi dan melestarikan kembali jenis eboni dari keterbatasannya di alam yang merupakan usaha-usaha konservasi in-situ, banyak mengalami kegagalan. Seringkali dijumpai pada areal bekas tebangan yang telah ditanami anakan eboni ditinggal pergi tanpa hasil. Besar dugaan bahwa kekurangberhasilan ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang sifat ekologis eboni. Tumbuhan dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri sebagai individu atau suatu kelompok tumbuhan yang terisolasi, namun dalam perkembangannya akan berinteraksi dengan lingkungannya.
Komunitas tumbuhan yang hidup pada suatu habitat mempunyai kemampuan untuk bereaksi terhadap suatu rangsangan, misalnya terjadinya perubahan iklim akibat dari pembukaan hutan. Sesuai yang dikemukakan Irwan (1992) bahwa ada banyak persyaratan dari suatu jenis tumbuhan terhadap lingkungan agar kelangsungan hidupnya dapat berlanjut, lingkungan hams dapat memenuhi kebutuhan minimum dari kehidupannya. Selanjutnya dikatakan bahwa habitat yang sesuai tentunya akan memberikan kehidupan yang optimal dan setiap jenis tumbuhan akan mempunyai lebih dari satu habitat.
Yovita (1993) mengatakan bahwa faktor-faktor lingkungan penunjang pertumbuhan tanaman antara lain adalah ketinggian tempat, curah hujan, jenis tanah, ketersediaan air dan kemiringan lereng. Oleh Gintings (1990) juga dikatakan bahwa eboni mempunyai persyaratan tempat tumbuh pada wilayah beriklim C - D (curah hujan 1500 mm per tahun), pada jenis tanah berkapur, pasir, liat dan berbatu pada ketinggian tempat 400 meter di atas permukaan laut. Selanjutnya Sidiyasa (1988) berpendapat bahwa pada kondisi kelembaban dan sinar yang cukup, biji-biji eboni dapat dengan cepat berkecambah. Soerianegara (1967) juga berpendapat bahwa eboni dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah mulai dari tanah berkapur, berpasir sampai tanah liat dan berbatu asal tanah tidak becek. Tanah pada hutan eboni bersifat permeabel sehingga keadaannya kering, tekstur lempung dan tergolong dalam tanah-tanah kapur.
Dikemukakan pula oleh Sagala (1994), bahwa di Sulawesi terdapat ± satu juta hektar hutan eboni yang tersebar di Bolaang Mongondow (Propinsi Sulawesi Utara) seluas 100.000 hektar, Donggala dan Poso (Propinsi Sulawesi Tengah masing-masing 700.000 hektar dan 100.000 hektar dan di Mamuju dan Luwu (Propinsi Sulawesi Selatan) masing-masing 50.000 hektar. Dikatakan pula bahwa pohon eboni paling banyak ditemukan pada ketinggian tempat 400 m dpi. Di Mamuju rata-rata ditemukan tumbuh di lereng yang terjal (60%) dan kondisi tanah berbatu. Di Tabalu (Sulawesi
Tengah) permudaan alam eboni berkembang dengan baik di bawah naungan kanopi dan lebih menyenangi bila ada bukaan sedikit. Hal ini sesuai dengan yang ditulis Seran et al. (1988), bahwa keberadaan permudaan alam eboni pada tingkat semai di Cagar Alam Kalaena jauh lebih banyak dari pada permudaan tingkat pancang maupun tiang yaitu dengan melihat Nilai Penting (NP) masingmasing adalah 35,80% dan 24,94%.
Tempat Tumbuh
Tegakan Eboni di daerah ini tumbuh baik mulai pada ketinggian 30 m dpl.Namun pada ketinggian tersebut habitatnya telah berubah menjadi kebun coklat dan sisasisa tegakan Eboni tersebar di kebun-kebun masyarakat sehingga upaya pelestarian tak mungkin terjadi. Pada ketinggian sekitar 100 mdpl kelimpahan jenis di kawasan hutan ini kurang lebih 1,50 pohon per hektar atau dengan estimasi volume tegakan 3,29 m3/ha. Ancaman serius di lokasi ini adalah masih adanya penebangan liar kayu Eboni sesuai hasil pengamatan, wawancara, dan investigasi.
Habitat eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Sulawesi Barat berada pada koordinat 0°58'70,3" - 02°35,0'31" LS dan 119°33,0'40,3" - 119°6,0'34,7" BT. Luas hutan primer dan sekunder sampai pada ketinggian 500 mdpl yang merupakan habitat boni yang optimal adalah 290.104 ha dan 936.498 ha. Areal tersebut memanjang dari Kabupaten Poso sampai dengan Kabupaten Parigi-Moutong yang berbatasan dengan Propinsi Gorontalo.
Penyebaran
Eboni (Diospyros celebica Bakh) merupakan salah satu jenis tanaman kayu endemik Pulau Sulawesi, dengan daerah penyebaran utamanya berada di Sulawesi Tengah. Jenis kayu Eboni biasanya tumbuh di hutan dataran rendah, sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, dengan jenis tanah mulai dari tanah kapur, tanah latosol sampai podsolik merah kuning. Dengan kata lain, kayu hitam hidup di daerah Miskin hara atau dapat dikatakan hidup di daerah yang kurang subur dimana daerah itu kurang zat-zat Nitrogen, Kalsium, Fosfor, Kalium. Kayu Hitam baru bisa hitam jika sudah berumur 100 tahun, dan kualitas kayu hitam yang bagus jika kayu tersebut tumbang sendiri, karena jika kayu hitam ditebang dalam waktu yang kurang layak maka kayunya tidak hitam dan kualitas kayu masih rendah.
Jenis kayu hitam yang ada di Sulawesi Tengah bermacam-macam. Mulai dari jenis Gubal, yaitu jenis kayu hitam yang di dalamnya terdapat banyak kandungan warna merah. Jenis kayu Gubal ini terdiri dari 2 jenis yaitu jenis Temasa (serat lurus dengan warna agak merah) dan Memasa (serat agak bengkok dengan warna agak merah). Pasaran Hongkong sangat menyukai jenis ini. Selain itu ada pula jenis Batang Matches, yaitu jenis kayu hitam yang berwarna hitam dengan serat lurus dari ujung ke ujung. Jenis ini merupakan jenis kayu hitam yang paling banyak terdapat di Kabupaten Poso dan termasuk jenis kayu yang paling mahal dan banyak diminati orang-orang pada umumnya.
Fenologi
Musim buah eboni biasanya sekitar bulan September s/d Nopember dengan jumlah bijinya 1.100/kg (Martawijaya et al, 1981). Musim berbunga Maret-Mei, buah masak Oktober-Desember. Pemanenan dengan cara dipanjat, hindari dari jatuhan karena rentan diserang jamur Peniulliopsis clavariaeformis. Ekstraksi benih setelah diperam 24 jam untuk memudahkan dalam pengupasan. Biji tua berwarna coklat kehitaman berbentuk bulat panjang 2-5 cm tebal 0,501,5 cm. Rata-rata dalam 1 kg terdapat 1100 biji. (Soerianegara, I. 1976).
Lihat juga : Pohon Cendana, Ekologi dan Penyebarannya
Posting Komentar untuk "Pohon Eboni / Kayu Hitam (Diospyros celebica) "