Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pohon Cendana, Ekologi dan Penyebarannya

Di Indonesia, nama cendana memang selalu dikaitkan dengan propinsi yang terletak di sebelah timur pulau Bali yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT). Nama tanaman ini telah diabadikan pada sebuah universitas di Kupang, NTT yaitu Universitas Nusa Cendana dan bahkan juga tanaman ini telah dipilih oleh propinsi NTT sebagai flora maskot daerah ini. Sebenarnya yang dijuluki "Nusa Cendana" tepatnya adalah pulau Sumba (Widyastuti, 1993).

Tidaklah berlebihan sanjungan untuk tanaman ini, karena daerah ini merupakan tempat asal tumbuhnya cendana secara alami. Selain merupakan tanaman khas daerah NTT, cendana dipilih karena mempunyai prospek yang baik karena nilai ekonominya yang tinggi. Sudah sejak dahulu kayu cendana dicari oleh pedagangpedagang yang datang dari India. Oleh pedagang Portugis yang datang pada sekitar abad ke 16, kayu cendana dijadikan bahan dagangan yang dibarter dengan gading gajah. Minyak cendana yang dihasilkan dari tanaman ini merupakan minyak wewangian yang banyak disukai oleh wanitawanita India. Sampai saat ini, cendana merupakan salah satu komoditi yang masih diandalkan oleh daerah NTT, sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD).

Botani Cendana

Menurut Willis (1999), Santalum L. Yang merupakan salah satu marga dari suku Santalaceae, mempunyai 25 jenis yang penyebarannya cukup luas, dimulai dari kawasan Malesia bagian Timur, Australia sampai di sebelah Timur kepulauan Polynesia di kawasan Pasifik. Cendana (Santalum album L.) merupakan jenis yang tumbuh alami di kawasan Asia. Contoh jenis-jenis yang lain seperti, S. macgregorii F. Muell. dan S. Papuanum Summerh. dijumpai di Papua Nugini. Jenis S. spicatum (R. Br.) A. DC. menyebar luas di Australia barat dan selatan, dan jenis ini merupakan penghasil minyak cendana di Australia.

Sinonim

Ada beberapa nama sinonim dari Santalum album L. (cendana) yaitu Sirium myrtifolium L., Santalum ovatum R. Br. dan Santalum myrtifolium (L.) Roxb.

Nama-nama Lokal

Nama-nama daerah untuk Santalum album L., selain cendana yang merupakan nama sangat umum di Indonesia, di antaranya adalah hau meni (Timor), ai nitu, ai salun, ai sarun, ai kamelin (Sumba). Nama pohon cendana di luar Indonesia, antara lain East Indian sandalwood, white sandalwood, dan yellow sandalwood (Inggris, Amerika Serikat), Bois santal (Perancis), sandalo (Spanyol, Italia), sandalhout, echte sandal (Belanda), echtes sandelholz (Jerman), chendana (Malaysia), san-taku (Myanmar atau Burma), dan chantana (Thailand), bach dan (Vietnam), sandal, chandal, chandam, gundala dan suket (India).

Klasifikasi

Klasifikasi Tananam Cendana Dalam sistematika atau taksonomi tumbuhan, pohon cendana selengkapnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Monochlamideae

Suku : Santalaceae

Marga : Santalum L.

Jenis : Santalum album L.


Ekologi Cendana

Cendana (Santalum album L.) umumnya dijumpai pada daerah-daerah dengan kisaran curah hujan tahunan antara 600-2.000 mm; cendana dapat tumbuh optimal pada kisaran curah hujan 850-1350 mm per tahun, dan masih toleran sampai curah hujan 2500 mm per tahun, akan tetapi harus dengan sistem drainase yang baik. Habitat asli tempat tumbuh cendana biasanya mempunyai musim kering yang lama dan musim hujan yang pendek, 2- 3 bulan per tahun (Hamzah, 1976). Pohon cendana tidak menyukai daerah yang tergenang air, khususnya sewaktu pohonnya masih muda, meski hal ini agak kurang berpengaruh terhadap pohon yang sudah dewasa atau tua. Daerah-daerah yang selalu basah kurang baik untuk pertumbuhan cendana.

Cendana tumbuh alami sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut, dan mutu kayu terbaik dapat diperoleh jika cendana hidup pada ketinggian antara 600-900 m (Rahm, 1925). Cendana memerlukan banyak sinar matahari dan banyak dijumpai dan tumbuh baik pada hutanhutan luruh yang terbuka dan pada daerah pinggiran hutan. Pemanasan yang lama dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi menyebabkan banyak kayu-kayu gubal yang mengelupas, terutama pada pohon-pohon yang sudah tua; suhu yang tinggi juga dapat membunuh semai-semai yang baru berkecambah. Akibat mengelupasnya kayu-kayu gubal pada pohonpohon cendana yang sudah tua, sehingga bagian kayu yang terbuka akan kelihatan.

Tanah-tanah di pulau Timor dan Sumba, umumnya didominasi oleh tanah lempung (clay) yang berat dan tanah ini berasal dari endapan di laut. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak pohon cendana yang tumbuh baik di atas tanah dangkal yang berbatu-batu. Hasil kayu yang terbaik diperoleh dari pohon cendana yang tumbuh di hutan-hutan terbuka pada tanah kurang subur dan berbatu. Pada tanah Hat (loam) yang subur, pohon cendana tumbuh baik dan cepat menjadi besar, tetapi kandungan minyaknya sangat rendah dan kualitasnya juga kurang baik. Pohon cendana tidak mempunyai toleransi terhadap tanah-tanah yang mengandung garam dan kapur yang tinggi, akan tetapi dapat toleran terhadap tanah yang mengandung natrium (sodic soils).

Penyebaran

Cendana (Santalum album L.) pada mulanya diperkirakan berasal dari India, karena dijumpainya tegakan alami cendana di daerah Mysore dan daerah sekitarnya, di bagian selatan India (Bentley dan Trimen, 1880). Akan tetapi kebanyakan pakar botani umumnya lebih meyakini bahwa pohon cendana berasal dari kepulauan Indonesia (Fischer, 1938; Felgas 1956; van Steenis, 1971), yaitu di Kepulauan Busur Luar Banda (the Outer Banda Arc of Islands) yang terletak di sebelah Tenggara Indonesia, dan yang terutama di antaranya adalah pulau Timor dan Sumba. Sejarah perdagangan kayu cendana di masa lampau, ikut menunjang bahwa pohon cendana merupakan tumbuhan asli di Nusa Tenggara Timur terutama di pulau Timor dan Sumba.

Pohon cendana ini (baik di hutan alam maupun di hutan tanaman), sekarang dapat dijumpai di Kabupaten Bondowoso (Jawa Timur), Sulawesi, Maluku dan sampai di bagian utara Australia. Keberadaan cendana tumbuh di India, berkaitan dengan perdagangan kayu cendana di masa lampau, yang kemudian didatangkan ke India, dan dikembangkan di India pada daerah yang iklim dan habitatnya seperti di Nusa Tenggara Timur, khususnya seperti di pulau Timor dan Sumba. Berbicara mengenai penyebaran dan asal dari pohon cendana, kita tidak dapat lepas dari sejarah perdagangan kayu cendana dan data tertua perdagangan kayu cendana dari pulauTimor yang tercatat pada abad ke-3. Sejarah mencatat bahwa Cina merupakan negara utama yang membeli kayu cendana. Perdagangan awal kayu cendana yang disebutkan di Indonesia, adalah catatan dari Dinasti Yuan, pada abad ke-12 dan ke-13 (Meilink- Roelofsz, 1962; Rowland 1992). Hsing-cha Shenglan pada tahun 1436 sewaktu Dinasti Ming, menggambarkan gunung-gunung di pulau Timor seperti ditutupi oleh pohon-pohon cendana dan daerah ini tidak menghasilkan kayu lain, selain kayu cendana. Memang, perdagangan Cina pada masa itu sangat pesat; kapal-kapal yang digunakan untuk maksud ini beratnya 1500 ton atau lebih, jauh lebih besar dari armada Eropa manapun pada waktu itu. Sebagai contoh kapal Vasco da Gama hampir mencapai 300 ton (Beekman, 1981). Pada abad ke-15, Cina memperoleh kayu cendana melalui pasar Malaka (Meilink-Roelofsz, 1962). Pasar Cina mengalami masa suram pada awal tahun 1800 dengan persaingan kayu cendana dari India dan dengan adanya penebangan yang ekstentif di Kepulauan Pasifik (Clarence-Smith, 1962). Pasar Cina mengalami perbaikan untuk sementara waktu pada tahun 1890 dan 1900, karena pasokan Pasifik mengalami penurunan, terutama Kepulauan Hawaii dan Marquesa kehilangan semua pohon cendananya dalam beberapa tahun; dan tambahan lagi, kemudian permintaan dari Eropa meningkat.

Guillemard (1894) menyebutkan bahwa orang-orang Bugis kemudian memegang peranan penting, mengendalikan perdagangan dari Timor Portugis (Timor Timur). Sumba, yang secara tradisional dikenal sebagai pulau cendana (sandalwood island), kemudian dilaporkan benar-benar kehilangan semua pohon cendananya; baik penduduk di bagian gunung atau pesisir pantai Sumba mengingkari (Red.) bahwa pohon cendana pernah ada di pulau tersebut (Doherty, 1891).

Perdagangan kayu cendana dalam skala kecil juga berlangsung dengan penduduk Kisar dan Leti dari barat daya Maluku yang mengunjungi Wetar untuk memperoleh kayu cendana dan bahan makanan (Kolff, 1840). Sejak tahun 1920, Flores mengekspor kayu cendana {Clifton, 1991; (1927)}, tetapi tegakan pohon cendana yang luas di Timor hampir habis. Hal ini sebagian disebabkan adanya penemuan bahwa minyak cendana dapat juga diekstraksi dari akarnya (Clarence-Smith, 1992).

Ekologi Cendana

Cendana (Santalum album L.) umumnya dijumpai pada daerah-daerah dengan kisaran curah hujan tahunan antara 600-2.000 mm; cendana dapat tumbuh optimal pada kisaran curah hujan 850-1350 mm per tahun, dan masih toleran sampai curah hujan 2500 mm per tahun, akan tetapi harus dengan sistem drainase yang baik. Habitat asli tempat tumbuh cendana biasanya mempunyai musim kering yang lama dan musim hujan yang pendek, 2- 3 bulan per tahun (Hamzah, 1976). Pohon cendana tidak menyukai daerah yang tergenang air, khususnya sewaktu pohonnya masih muda, meski hal ini agak kurang berpengaruh terhadap pohon yang sudah dewasa atau tua. Daerah-daerah yang selalu basah kurang baik untuk pertumbuhan cendana.

Cendana tumbuh alami sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut, dan mutu kayu terbaik dapat diperoleh jika cendana hidup pada ketinggian antara 600-900 m (Rahm, 1925). Cendana memerlukan banyak sinar matahari dan banyak dijumpai dan tumbuh baik pada hutanhutan luruh yang terbuka dan pada daerah pinggiran hutan. Pemanasan yang lama dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi menyebabkan banyak kayu-kayu gubal yang mengelupas, terutama pada pohon-pohon yang sudah tua; suhu yang tinggi juga dapat membunuh semai-semai yang baru berkecambah. Akibat mengelupasnya kayu-kayu gubal pada pohonpohon cendana yang sudah tua, sehingga bagian kayu yang terbuka akan kelihatan.

Tanah-tanah di pulau Timor dan Sumba, umumnya didominasi oleh tanah lempung (clay) yang berat dan tanah ini berasal dari endapan di laut. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak pohon cendana yang tumbuh baik di atas tanah dangkal yang berbatu-batu. Hasil kayu yang terbaik diperoleh dari pohon cendana yang tumbuh di hutan-hutan terbuka pada tanah kurang subur dan berbatu. Pada tanah Hat (loam) yang subur, pohon cendana tumbuh baik dan cepat menjadi besar, tetapi kandungan minyaknya sangat rendah dan kualitasnya juga kurang baik. Pohon cendana tidak mempunyai toleransi terhadap tanah-tanah yang mengandung garam dan kapur yang tinggi, akan tetapi dapat toleran terhadap tanah yang mengandung natrium (sodic soils).

Lihat juga : Pohon Eboni / Kayu Hitam (Diospyros celebica)

Posting Komentar untuk "Pohon Cendana, Ekologi dan Penyebarannya"