Maret yang Melupa Hangat
Oleh : Lia Zaenab Zee
Di sela hari, Maret masih ditempa
hujan. Bulir air berceceran. Sementara
orang-orang sibuk membenah
terompah basah atau sesekali
mengintip pewarta berbibir kesumba
membaca silang sengketa pemilihan
Gubernur. Hujan melupa berkirim
pesan memetik hangat atau berpinta
pada gerombol awan untuk pergi
Kaca-kaca terus dijajah basah.
Kenangan berpesta pora mengundang
air mata berlinang. Terbang ke masa
lalu, dada yang teremas merantai
langkah antara cabikan luka dan
memoar yang tak mau mati
Maret, prasasti waktu memancang
monumen, dinding-dindingnya
bungkam memendam sunyi. Gemuruh
deras air penghujung, ia deras
kesedihan dibaca kenangan bagai
banal hujan, enggan berdamai di
denyar yang selamanya gigil
Makassar, 31 Maret 2016
Di sela hari, Maret masih ditempa
hujan. Bulir air berceceran. Sementara
orang-orang sibuk membenah
terompah basah atau sesekali
mengintip pewarta berbibir kesumba
membaca silang sengketa pemilihan
Gubernur. Hujan melupa berkirim
pesan memetik hangat atau berpinta
pada gerombol awan untuk pergi
Kaca-kaca terus dijajah basah.
Kenangan berpesta pora mengundang
air mata berlinang. Terbang ke masa
lalu, dada yang teremas merantai
langkah antara cabikan luka dan
memoar yang tak mau mati
Maret, prasasti waktu memancang
monumen, dinding-dindingnya
bungkam memendam sunyi. Gemuruh
deras air penghujung, ia deras
kesedihan dibaca kenangan bagai
banal hujan, enggan berdamai di
denyar yang selamanya gigil
Makassar, 31 Maret 2016
Posting Komentar untuk "Maret yang Melupa Hangat"