Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen : Suatu Sore di Bawah Jembatan Siak, Pekanbaru, Riau

Oleh : Muzakir Rahalus

Bagi sebagian anak, jembatan adalah tempat yang paling menyeramkan untuk dijadikan tempat bermain. Bagi sebagian yang lain lagi, jembatan adalah tempat yang paling menyenangkan untuk dijadikan tempat bermain, dan tempat mencari uang untuk jajanan.

Hari itu, saya dijemput Mba Wulan dan Pak Juna di kediaman tempat saya dan rombongan HMI Cabang Manado tinggal, di Jl. Aur Kuning. Saya diajak jalan-jalan keliling kota Pekanbaru. Berkunjung ke tempat-tempat yang dianggap ramai, dan mencicipi beberapa makanan khas Pekanbaru.

Ada satu tempat yang menurut orang-orang setempat, paling identik dengan Pekanbaru. Tempat yang paling mewakili Pekanbaru. Maksudnya, untuk mengakui kalau kita pernah ke Pekanbaru, harus ke sana dulu. Sama halnya dengan ungkapan, "Jangan mengaku pernah ke Manado, kalau belum pernah ke Bunaken".

Nama tempat itu adalah Jembatan Siak. Jadi, kalau kita belum pernah ke Jembatan Siak, berarti kita belum pernah ke Pekanbaru. Saya juga tidak tahu, apa kelebihan dari Jembatan Siak, hingga begitu disanjung oleh orang-orang Pekanbaru. Tapi, mungkin ada sejarahnya. Saya juga tidak banyak bertanya.

Di Jembatan Siak, setiap sorenya selalu ramai dikunjungi. Ada yang hanya sekedar memotret senja dari jembatan, ada juga yang menjadikannya tempat bermain: anak-anak biasanya. Mereka berdiri di atas jembatan, dan melompat turun ke sungai. Jembatan dan sungai adalah teman bermain mereka, juga tempat mencari uang jajan. Mereka akan melompat sesuka hati. Tapi, kalau ada pengunjung yang datang, mereka akan menawarkan setiap lompatan mereka dengan uang. Mencari pengunjung yang bersedia membayar, dan mereka akan melompat turun.

Sama seperti sore itu. Ketika sedang asyik-asyik foto dan menikmati pemandangan, kita didatangi seorang anak. Umurnya sekitar 17 tahun.

" Bang, saya lompat dari atas, harganya Rp 10.000,-" kata anak itu, sambil menunjuk ke arah jembatan.

"Waduh. Belum dek," saya membalas tawarannya dengan senyum.

Anak itu berpindah tempat dan kembali bertanya ke Pak Juna dan Mba Wulan.

"Bang, Mba, saya lompat dari atas, harganya Rp 10.000,-"

Rupanya, hari itu bukan hari baik untuk dia. Tawarannya belum dibalas oleh Pak Juna dan Mba Wulan, hujan sudah lebih dulu menyapa kita. Semoga rezeki kalian bertambah setiap sore, wahai anak-anak pemberani.

Manado, 27 Desember 2015

Posting Komentar untuk "Cerpen : Suatu Sore di Bawah Jembatan Siak, Pekanbaru, Riau"