Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Selembar Duka

Tuhanku, Alam mulai larut, seisi jagad menyadari mahluk-mahluk titipanmu adalah sekian lama hidup dalam ciptaan yang tak abadi rupanya.

engkau Pencipta telah meniupkan kehidupan duniawi agar memperkenalkan duka, dimana tidaklah pantas semua manusia bertahan dalam proses keabadianya dikarenakan manifestasi Mu telah memberikan sabda-sabda kesempurnaan dalam membatasi jiwa-jiwa yang menerobosi kenyataan.

Kehidupan ini adalah makna dari kesatuan roh yang selalu bersama dengan jasad. Akan tetapi, memberikan selembar duka ketika kesatuan menjadi keterpisahan dan itu adalah kematian. Tangis-tangispun menjadi simbol aura ketika kita merasakan kesedian menghampiri diri kita, diampuni bukanlah bentuk ketidakmampuan akal menggambarkan mimik wajah dengan cerita.

Begitupula dengan tawa-canda, itu hanyalah angan-angan dunia yang sebatas mengembirakan. Namun, haruslah menyadari bahwa keterbatasan tawa-canda itu selalu menyesuaikan dengan kekuasaan sang Pecinta yang menciptakan kita sebagai umat Nya.

Tidaklah aku mengeluh karena sebagian langkah kehidupan telah menjelaskan dimana takdir adalah jawaban Tuhan, sehingga ini bagian dari cerminan duka, dimana untuk melirik dunia sebagai sifat perubahan demi menjelaskan eksistensi diri, semua pilihan itu hampa tanpa ada penyatuan kekasih dan yang dikasihi.

Sebagai persembahan, haruslah mengerti bahwa kita adalah manusia yang segala-galanya hanyalah bersifat sementara. Sehingga apa yang harus menjadi tujuan kita, sebaiknya sebelum melahirkan tujuan dapat dipikirkan dengan kesesuaian akal dan hati kita sebagai insan manusia yang manusiawi.

Oleh : Tri Saleh

(Baca Juga Tulisan Tri Saleh : HUJAN DAN SURAT KEPADA TENAGA PENGUMPUL DATA (TPD)

Posting Komentar untuk "Selembar Duka"