Nostalgia Bersama Kabut Lembah Rama
Oleh : Nurdalily
Kira-kira 6 bulan yang lalu. Pertama kalinya saya jelajah beberapa hutan untuk tempuh di lembah itu. Perjalanan kami di mulai diwaktu malam. Kuranglebih kami tiba matahari telah terbit. Memang menguras tenaga, sebab ada beberapa bukit yang harus dilewati. Saya hanya bermodal semangat, walau kekuatan tubuh tidak sebegitu hebat para pendaki.
Saya ingin membuang penat selama dikota. Berharap ketika dikelilingi kabut, mengusap cerita yang mengendap tanpa dilihat orang. Saat kabut datang dari arah yang tak jauh dari tenda. Saya begitu sumringah. Saya menanti - nanti agar dapat kusentuh. Saya tidak pernah berpikir,ketika datang kabut datang pula hujan. Sebab saya tidak berharap hujan.
Kayu persiapan api unggun basah. Jemuran pakaian basah. Saya kaget. Teman-teman bangun. Namun saya bahagia. (Baca Juga Tulisan Nurdalily : Namanya Mengingat, Nostalgia Entah Sebuah Refleksi)
Kira-kira 6 bulan yang lalu. Pertama kalinya saya jelajah beberapa hutan untuk tempuh di lembah itu. Perjalanan kami di mulai diwaktu malam. Kuranglebih kami tiba matahari telah terbit. Memang menguras tenaga, sebab ada beberapa bukit yang harus dilewati. Saya hanya bermodal semangat, walau kekuatan tubuh tidak sebegitu hebat para pendaki.
Saya ingat ketika hari menjelang siang teman-teman mencari tempat yang nyaman untuk istirahat. Tapi tidak bagi saya, bagi orang yang baru menjelajah. Saya ingin menghabiskan momen selama dihutan. Suhu lembah memang berbeda dengan suhu kota. Walau hari sudah siang namun kami tetap menggigil. Saya membuat kopi dan bermain domino sambil menanti kabut.Mungkin ini terlihat bodoh. Namun bagi saya layaknya harapan yang membatin. Jujur,saya ingin memegang kabut, bersama kabut dan hilang alam imajinasi.
Saya ingin membuang penat selama dikota. Berharap ketika dikelilingi kabut, mengusap cerita yang mengendap tanpa dilihat orang. Saat kabut datang dari arah yang tak jauh dari tenda. Saya begitu sumringah. Saya menanti - nanti agar dapat kusentuh. Saya tidak pernah berpikir,ketika datang kabut datang pula hujan. Sebab saya tidak berharap hujan.
Kayu persiapan api unggun basah. Jemuran pakaian basah. Saya kaget. Teman-teman bangun. Namun saya bahagia. (Baca Juga Tulisan Nurdalily : Namanya Mengingat, Nostalgia Entah Sebuah Refleksi)
Posting Komentar untuk "Nostalgia Bersama Kabut Lembah Rama"