Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bumi dalam Masa Perubahan

Tak semestinya menjadi danau untuk bisa berguna sebagai surga bagi sebuah desa yang dilanda kehausan. Cukuplah jadi sebuah pancuran kecil yang terus mengeluarkan air. Sekalipun tidak deras mengalirkan tetap saja ia surga di musim kemarau. ( W. Mustika)

Bumi merupakan suatu ekosistem besar yang di dalamnya terdapat varian-varian atau sub ekosistem, dimana semua itu memiliki korelasi ekologis yang utuh dan kompleks. Artinya bahwa, apabila bagian kecil dari ekosistem terganggu maka dapat terkontaminasi oleh ekosistem secara universal.

Ekosistem yang paling sederhana yang dapat kita amati adalah Aquarium yang terdapat berbagai komponen-komponen biotik (Mahkluk hidup) maupun abiotik (benda mati) dalam hubungan interaksi simbiosis mutualis (saling menguntungkan). Seperti halnya satu rantai makanan dari Produsen (tumbuhan), konsumen tingkat I (herbivora) dan Konsumen tingkat II (umnivora). Dari satu rantai makanan akan terbentuknya jaring makan hasil dari akumulasi rantai-rantai makanan yang ada, contohnya dalam ekosistem di persawahan produsen adalah tanaman padi (Oriza sativa), konsumen tingkat I adalah tikus pemakan Padi dan konsumen tingkat II yaitu ular yang memangsa tikus itu sendiri. Bila ada gangguan atau terputusnya rantai makanan ini dapat menyebabkan ledakan populasi dan akan melahirkan hama pada tanaman.

Secara garis besar terdapat dua penyebab terjadinya problematika di atas yaitu secara antropogenik( campur tangan manusia) dan secara alami (bencana alam). Yang menjadi pusat sorotan kita disini adalah penyebab antropogenik karena dilihat dalam perspektif pencegahan. Realitas yang hadir saat ini adalah manusia secara masif masih terjebak dalam paham antroposentris , yaitu paradigma yang menganggap bahwa bumi ini hanya diciptakan untuk manusia dan dilakukan ekploitasi sebesar-besarnya dan sebuah cara pandang yang menganggap bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta sementara alam hanya sebagai instrumen (alat) untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tidak membutuhkan sentuhan-sentuhan demi kelangsungan alam yang berkelanjutan.

Antroposentrisme merupakan salah satu teori dalam ilmu lingkungan yang lahir pada abad ke III dari pemikiran Aristoteles dalam bukunya The Politic yang mengatakan bahwa tumbuhan diciptakan untuk binatang dan binatang diciptakan untuk manusia.

Amos Noelaka dalam bukunya Kesadaran Lingkungan menjelaskan ada empat faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yaitu ketidaktahuan, kemisikinan, kemanusiaan dan gaya hidup. Kurangnya pengetahuan dalam menghayati hakekat eksistensi lingkungan atau alam dapat melahirkan paradigma kontradiktif antara hubungan ekologis dalam ekosistem. Krisisnya ekonomi masyarakat juga sangat berpengaruh signifikan terhadap intervensi dan ekploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam, begitu juga dengan ledakan penduduk dan gaya hidup yang hedonis (mengagungkan kenikmatan) dan individualis (mementingkan diri pribadi).

Perkembangan teknologi juga membentuk ideologi konstruktif dan mulai mengikis nilai-nilai apresiasi manusia terhadap lingkungan sekitar yang telah mendistribusikan segala kebutuhan baik primer maupun sekunder dalam kelangsungan hidup dan kehidupan. Dampak nyata dari terganggunya ekosistem bumi adalah Pemanasan Global yang sadar atau tidak dampak negatifnya sudah kita rasakan mulai dari terjadinya perubahan iklim yang berakibat buruk pada semua bidang baik pertania dalam skala luas dan fenomena-fenomena alam yang pada dasarnya biasa menjadi ekstrim hingga menelan korban jiwa begitu banyak.

Dalam ilmu lingkungan hidup sering dikenal istilah Daya Lenting atau kemampuan lingkungan memperbaiki diri sendiri dari gangguan yang terjadi sedangkan dalam skala yang lebih luas wilayah ekosistem di sebut Suksesi atau perubahan lingkungan di ikuti perubahan/perkembangan subsrat (organisme). Kerusakan lingkungan hidup atau alam telah terjadi cukup lama mulai dari sekitar abad ke 17 dimana lahirnya revolusi industri di Eropa sehingga segala pekerjaan produksi dikerjaan dengan mesin yang memerlukan bahan mentah dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relatif singkat sebab produksi mesin bekerja memberikan out put secara maksimal.

Itulah mengapa negara-negara di Eropa melakukan ekspansi (perluasan wilayah) keluar guna mendapatkan bahan- behan mentah atau sumber daya alam untuk di produksi hingga akhirnya penjajahan Indonesia pada saat itu pun terjadi karena Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya alam. Namun di sini kita tidak akan menelusuri lebih dalam mengenai Revolusi Industri tapi kita akan meneropong dan menelaah lebih jauh mengenai suksesi pada bumi.

Indonesia adalah negara dengan biodiversitas (keanekargaman hayati) tertinggi setelah Brazil dan Afrika semua itu relevan dengan evolusi atau seleksi alam. Charles Darwin tokoh dengan teori seleksi alam yang intinya adalah survival thefitthes atau organisme yang kuat terhadap perubahan alam yang dapat bertahan hidup dan melangsungkan keturunan, contoh Dinosaurus yang punah akibat seleksi alam.

Berbagai bentuk gangguan yang terjadi pada kestabilan bumi saat ini memberikan pengaruh yang besar terhadap semua komponen-komponen dalam ekosistem khususnya manusia. Tambah lagi dengan pemanasan global yang tensinya semakin naik akibat dari banyaknya gas rumah kaca (GRK) yang di distribusikan ke Atmosfer lewat aktifitas manusia melalui penggunaan elektronik maupun mesin hingga semakin meningkatnya efek rumah kaca (ERK).

Gangguan yang terus berlangsung dan berkembang pada alam memaksa manusia untuk waspada dan menyadari terhadap transformasi alam yang akan terjadi. Kesadaran manusialah yang dituntukan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh negatif terhadap alam sekitar karena bila mencapai puncak maka internal bumi akan melakukan suksesi dengan sendirinya, bila hal itu terjadi maka sesuai dengn seleksi alam mahkluk hidup pasti ada yang punah sekaligus muncul kelainan-kelainan genetik pada mahkluk hidup karena tidak dapat bertoleransi dengan baik.

Pertanyaanya adalah apakah yang akan terjadi dengan anatomi dan morfologi manusia setelah beberapa puluh, ratus dan ribuan tahun yang akan datang ? belum ada yang dapat memastikan hal itu ,tidak menutup kemungkinan hal tersebut akan terjadi bila suhu bumi(pemanasan global) terus meningkat tanpa adanya pencegahan yang signifikan secara berkisanambungan di seluruh dunia secara Internasional mengingat statemen Rabbi Hachel dalam buku komunitas dan etika bumi bahwa umat manusia tidak akan punah bila ketinggalan informasi dan teknologi tapi umat manusia dapat punah bila kehilangan apresiasi terhadap alam.

Aldo leopolt salah satu tokoh lingkungan hidup menyatakan bahwa sumber daya alam ini cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan umat manusia tetapi tidak dapat memenuhi satu saja keinginan manusia. Maksudnya adalah apabila sumber daya alam ini digunakan sesuai dengan kebutuhan maka kelestarianya akan tetap terjaga tapi bila mengikuti hawa nafsu maka akan terjadilah ekploitasi yang berlebihan hal itulah yang kemudian melahirkan paham konsumerisme atau melebih- lebihkan kebutuhan.

Bumi ini adalah rumah tempat tinggal seluruh umat manusia yang menjadi pusat segala pemenuhan kebutuhan kita yang wajib di kembangkan, dikelola dan di manfaatkan secara optimal agar alur dari kelestarian tetap terjaga dalam memproduksi kebutuhan segala makhluk hidup yang ada di dalamnya. Harus dipahami dan dihayati bahwa pada dasarnya bukan manusia yang meletarikan alam tapi alamlah yang melestarikan manusia sedangkan manusia hanya menjaga supaya alam ini tidak hancur demi memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan karena tanpa manusiapun alam tidak akan rusak bahkan dapat berkembang dengan sendirinya indikasinya interpretasi lewat proses penciptaan yang lebih dahulu hadir adalah alam itu sendiri.

Sebagai makhluk yang tubuh dan jiwanya dibentuk oleh alam semesta, manusia juga tidak bisa menghindari hukum-hukum yang juga berlaku bagi alam semesta. Untuk setiap makna dari peristiwa alam, manusia menyimpan makna yang sama dalam dirinya. Maka ketika dipahami bahwa alam semesta adalah sekumpulan pengetahuan tanpa batas, dan manusia adalah alam semesta kecil.

Alam juga memiliki hak untuk hidup dan berkembang, jauhi sikap apatis terhadap alam yang menganggap alam hanya sebagai instrumen (alat) yang dapat dimanfaatkan sesuka hati tanpa adanya reklamasi (pengembalian) dan rehabilitasi (pemulihan). Konstruksi bangunan kesadaran harus diperbaharui mulai dari sekarang, sebab pengetahuan akan membentuk paradigma kemudian melahirkan ideologi yang konstrukif selain itu, pengamalan yang di utamakan. Mulailah untuk membentuk karakter cinta akan alam dan lingkungan sekitar, dengan begitu dampak-dampak realitas destruktif sekarang dapat diminimalisir dan dipebaiki demi kelangsungan hidup dan perkembangan umat manusia saat ini dan yang akan datang nanti.

Baca Juga : Dinamika Lingkungan Hidup dan Pembangunan

Posting Komentar untuk "Bumi dalam Masa Perubahan"