Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Riwayat Pagi

Pagi di halaman mengecup pohon seri muda. Bunga kitolo yang tumbuh di kakinya, masih berbunga. Dahan-dahan pohon pisang yang konon katanya penanda setia itu, dibasahi gerimis. Di timur, matahari menatap tubuhku, mencari luka sisa kemarin.

Senyum lekat saban waktu di wajahku. Teringat pada mimpi-mimpi kita yang masih putik, bunga-bunga jambu yang menutupi warna tanah dan kata ingin yang berdengung di telinga. Wajahmu, sumringah di sinar bulan tadi malam. Hatimu masih lebam di sudut sana.

Kita sama penuh luka. Hidup menawarkan sejuta kesenangan yang mesti direbut dan ditebus dengan luka. Sebab kita enggan bersabar, enggan pula mengingat doa. Padahal Tuhan takkan lupa tangan siapa meminta apa.

Bang, berdirilah di sampingku. Kita lihat pagi memangkas malam dengan Bismillah. Itu mantra paling mantra. Maka tolong padamkan lentera, sebab hari mulai terang.

Sei Handayani

Sampali, 20 Oktober 2016

Baca Batari Ratih : Bang, Pulang Bang (Kepada perantau)

Posting Komentar untuk "Riwayat Pagi"