Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Studi Masyarakat Modern

Pengertian Modernisme

Yang dimaksudkan dengan modernisme di bidang filsafat adalah gerakan pemikiran dan gambaran dunia tertentu yang awalnya di inspirasikan oleh Descartes dan di kokohkan oleh gerakan pencerahan dan mengabadikan dirinya dalam abad ke dua puluh melalui dominasi sains dan kapitalisme.

Gambaran dunia macam ini, beserta tatanan dunia sosial yang dihasilkan ternyata telah melahirkan berbagai berbagai konsekuensi terhadapa kahidupan manusia dan alam pada umumnya sehingga Pandangan modernisme yang bersifat obyetivistis dan postivistis akhirnya mengajadikan manusia sebagai objek juga dan masyarakt pun direkayasa bagai mesin, akibat dari hal ini adalah manusia kehilangan nilai manusiawi.

Meksiko Ricardo Contreras, sebagai orang pertama yang memperkenalkan Istilah modernisme. istilah modernisme atau modernismo dalam bahasa Spanyol sekitar tahun 1880an saat itu merupakan sebutan bagi gerakan-gerakan kebudayaan lokal di Amerika Latin yang memperjuangkan emansipasi dan otonomi budaya baru untuk melepaskan diri dari cengkeraman hegemoni kebudayaan Spanyol. Istilah modernisme saat itu tentu belum merupakan epos sejarah baru yang bermaksud memutuskan diri dari realitas sebelumnya. Ia baru muncul sebagai istilah kebudayaan yang menghendaki sesuatu yang baru, yang berbeda, seperti halnya arti kata modern yang diadopsi dari bahasa Latin tersebut. Namun semenjak saat itu istilah modern dan modernisme beserta kata-kata turunannya: modernitas dan modernisasi telah mulai kerap digunakan sebagai kata kunci untuk menjelaskan telah lahirnya cahaya baru kebudayaan dan realitas sosial masyarakat Barat.

Rasionalitas modernisme yang berkembang semenjak era Renaisans sekitar abad ke-16 M ini memiliki dua karakter mendasar. Pertama, sebagai rasionalitas tujuan. Kedua, sebagai rasionalitas nilai. Merujuk kepada Max Weber, sosiolog Jerman yang mengkaji modernisme secara mendalam, karakter pertama rasionalitas modernisme mengacu pada pengertian perhitungan yang masuk akal untuk mencapai sasaran berdasarkan pilihan-pilihan yang masuk akal dan dengan sarana-sarana yang efisien serta mengacu pada perumusan nilai-nilai tertinggi yang mengarahkan tindakan dan orientasi-orientasi yang terencana secara konsisten dari pencapaian nilai-nilai tersebut.

Dampak masyarakat modern

Dalam modernisme ilmu-ilmu positif- empiris mau tak mau menjadi standar keberagaman ilmu tertinggi. Akibat dari hal ini adalah bahwa nilai-nilai moral dan religius menjadi kehilangan wibawanya dan dampak yang di timbulkan adalah disorentasi moral-religius yang pada giliranya mengakibatkan pula meningkatnya kekerasan, keterasingan, dan depresi mental.

Suara-suara minoritas modernisme seperti gerakan lingkungan hidup, kaum feminis, budaya tanding mulai menggugat kesombongan modernisme yang dianggap gagal merampungkan proyek heroisme Pencerahan untuk membangun sebuah masa depan yang lebih baik. Setidaknya terdapat enam alasan ekses negatif proyek modernisme yang kini sedang digugat dan dipertanyakan.

Adapun yang perlu di gugat kembali disini antara lain sebagai berikut, Lantaran pandangan dualistiknya yang membagi seluruh kenyataan menjadi subjek-objek, spiritual-material, manusia-dunia, dan lain-lain, telah mengakibatkan objektivasi alam secara berlebihan dan eksploitasi secara besar-besaran. Pandangan modern yang cenderung objektivistik dan instrumentalis-positivistik akhirnya jatuh pada pembendaan (reifikasi) manusia dan masyarakat. Sebagai akibatnya modernism yang dahulu emansipatif kini justru bersifat dehumanisme.

Dominasiilmu-ilmu empiris-positivistik terhadap nilai moral dan religi menyebabkan meningkatnya tindak kekerasan fisik maupun kesadaran keterasingan dan pelbagai bentuk depresi mental. Merebaknya pandangan materialisme, yakni prinsip hidup yang memandang materi dan segala strategi pemuasannya sebagai satu-satunya tujuan. Berkembangnya militerisme karena moral dan agama tidak lagi memiliki kekuatan disiplin dan regulasi.

Bangkitnya kembali tribalisme, semangat rasisme dan diskriminasi, yang merupakan konsekuensi logis hukum survival of the fittest Charles Darwin (I. Bambang Sugiharto, 1996: 29-30). Dampak negatif modernisme ini sekaligus menjadi senjata para seniman dan kelompok marjinal lainnya untuk menyerang dan mendesak dipikirkannya kembali Proyek Modernisme.

Sementara itu dalam dunia seni, konsep seni modernisme pun perlahan-lahan mulai menemui kondisi krisis. Merujuk Featherstone, seni modernisme memiliki beberapa ciri utama yakni: kesadaran dan refleksi estetis yang cukup tinggi, penolakan terhadap struktur narasi realitas dan penerimaan terhadap konsep simultanisme dan montase, eksplorasi terhadap hakekat realitas yang paradoks, ambigu, dan terbuka, serta penolakan terhadap gagasan kepribadian yang utuh sembari merayakan gagasan subjek yang dehuman dan terbelah. Pandangan modernis demikian mulai digugat karena tendensi universalisme dan kebenaran estetis yang seolah-olah merupakan sebuah keniscayaan.

Para seniman dan kritikus seni mulai malas berbicara tentang seni modern yang beku, kelelahan dan kering. Gagasan seni populer, seni massa, seni fashion yang merangkum pastiche, parodi, kitsch dan camp, serta perpetual art, seni perpetual, sebaliknya, mulai banyak dibicarakan. Kondisi yang sama terjadi dalam wilayah kehidupan dan disiplin ilmu yang lain: sastra, arsitektur, sosiologi, antropologi, sejarah, politik dan ekonomi.

Baca Juga Artikel Menarik : Baru Disadari Ternyata Salah

Sementara itu dalam dunia seni, konsep seni modernisme pun perlahan-lahan mulai menemui kondisi krisis. Merujuk Featherstone, seni modernisme memiliki beberapa ciri utama yakni: kesadaran dan refleksi estetis yang cukup tinggi, penolakan terhadap struktur narasi realitas dan penerimaan terhadap konsep simultanisme dan montase, eksplorasi terhadap hakekat realitas yang paradoks, ambigu, dan terbuka, serta penolakan terhadap gagasan kepribadian yang utuh sembari merayakan gagasan subjek yang dehuman dan terbelah.

Pandangan modernis demikian mulai digugat karena tendensi universalisme dan kebenaran estetis yang seolah-olah merupakan sebuah keniscayaan. Para seniman dan kritikus seni mulai malas berbicara tentang seni modern yang beku, kelelahan dan kering. Gagasan seni populer, seni massa, seni fashion yang merangkum pastiche, parodi, kitsch dan camp, serta perpetual art, seni perpetual, sebaliknya, mulai banyak dibicarakan. Kondisi yang sama terjadi dalam wilayah kehidupan dan disiplin ilmu yang lain: sastra, arsitektur, sosiologi, antropologi, sejarah, politik dan ekonomi.

Buku Referensi :

Turiner, Bryan.2008. Teori-teori sosiologi Modernitas dan Postmodernitas, Yogyakarta : Pustaka belajar.

Posting Komentar untuk "Studi Masyarakat Modern"