Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gender Bukan Faktor Penentu Nilai di Sisi Allah SWT

Persamaan pria dan wanita

Penjelasan pemisahan antara makna nilai dan lawanya telah di contohkan oleh ayat-ayat Al Quran yang mengibaratkan ilmu sebagai suatu nilai, sedangkan kebodohan adalah lawan nilai, sedangkan kufur bukan nilai, dan begitu seterusnya.

Kehinaan dan kemuliaan, kebahagiaan dengan kesengsaraan, keunggulan dengan kehinaan, kebenaran dengan kebatilan, kejujuran dengan kebohongan, ketaatan dengan kemaksiatan, patuh dengan durhaka, tunduk dengan membangkang, menggunjing dengan tidak menggunjing, setia dengan hianat dan lain-lain. Seluruhya merupakan hal-hal yang bernilai dan ang tidak bernilai. Dalam sifat-sifat tersebut tak ada masalah pria maupun wanita. Pemisah yang menjelaskan antara hal-hal yang disifati dalam nilai-nilai tersebut mengatakan bahwa nilai-nilai tersebut selamanya tidak memiliki jasad, artinya ia bukan berarti orang muslim, orang kafir, orang pintar, orang bodoh, orang taat, orang bermaksiat, orang jujur, seorang pembohong orang mulia atau orang hina dan seterusnya.

Jika masalah-masalah diatas dikembalikan pada ilmu, baik itu ilmu hushuli maupun ilmu hudhuri, maka dalam hal tersebut tidak ada pria maupun wanita, karena sesuatu yang pintar yang disifati dengan ilmu hushuli atau ilmu hudhuri bukanlah pria maupun wanita. Karenanya , dalam masalah ilmiah tidak ada pembicaraan pria atau pun wanita, baik pada sifati maupun disifati. Bahkan dalam masalah-masalah tidak boleh dibahas bahwa wanita dan pria itu sama atau keduanya berbeda.

Begitu pula dalam masalah akhlak, yang kembali kepada akal praktis. Seperti kehendak, keikhlasan, keimanan, pembenaran, kesabaran, tawakal dan lain-lain. Ia bukanlah pria maupun wanita, artinya, bahwa jika dalam kesabaran tidak ada pria maupun wanita, maka orang yang sabar juga tidak mengenal jenis pria maupun wanita. Jika seseorang menyebutkan pria atau wanita maka hal itu akan berlawanan, karena ia masuk dalam kategori memperlakukan aksiden sebagai subtansi. Baik itu untuk menguatkan mengokohkan menafikah dan membatalkan.

Inti pembahasan

Keselamatan yang maknawi merupakan kemuliaan, begitu pula dengan penyakit maknawi adalah kehinaan. Sesuatu yang di sifati oleh kedua hal tersebut adalah hati dan roh. Keduanya bukanlah pria dan wanita.

Sebagian dari hal-hal yang disifati ada yang pria dan ada pula yang wanita, begitulah jasad, bagi yang memiliki jasad pria antara satu dengan yang lainya berbeda. Terkadang kedua jenis tersebut berbeda karena sisi jasadnya, bukan sisi ruhnya inilah berupa kriteria khusus yang pasti dan bukan maksud yang disifati.

Lelaki mau menikahi perempuan, bukan mau memperbudakanya

Aneh jika mesti dipertanyakan kenapa hukum perdata menggunakan sebuah bahasa yang mengindikasikan atau mengungkapkan makna bahwa lelaki adalah orang yang meminta perempuan. Pertama pertanyaan ini keliru diarahkan ke hukum perdata.

Sesungguhnya kaitanya dengan hukum kosmos atau alam natural. Kedua, sesuatu yang di inginkan tidak menjadi harta milik anda dan juga anda tidak menjadi pemiliknya. Kalau perempuan dapat menarik perhatian lelaki kepada dirinya di mana pun dia berada, dan apapun keadaanya, itu merupakan puncak superioritasnya.

Kesetaraan Anugerah Material dan spritual

Al Qur’an dalam beberapa ayatnya mengemukakan hukum kesamaan antara wanita dan pria dalam hal perolehan anugerah material dan spritual. Hal ini dapat dilihat pada Firman Allah SWT Q.S Al-hajj yang berbunyi :
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidilharam yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.

Wanita dalam pandangan Al Qur’an

Wanita memiliki kedudukan yang sangat tinggi Al Qur’an. Tidak pernah ditemukan didalamnya ungkapan yang mengatakan bahwa ia sebagai petunjuk bagi kaum pria saja, karena itu, ketika AlQur’an menjelaskan tentang tujuan risalah Tuhan dan tujuan diturunkanya wahyu, Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah 185 :
Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Makna kata manusia dalam Al Qur’an tidak terbatas pada jenis dan golongan manusia tertentu, namun ia mencakup seluruh jenis manusia baik pria maupun wanita semuanya sama.

Imam bin Abi Thalib as mengatakan, wanita adalah tanaman yang berbau harum, dan dia bukan pagar di isi rumah.

Maksudnya wanita adalah tanaman yang berbau harum dan harus memperoleh pendidikan dan diberi beban sebelum pria. Jika tidak maka ia akan sia-sia. Hal serupa dikuatkan oleh riwayat dari Imam Ja’far ash-Shadiq as, dimana beliau berkata “barang siapa memiliki seorang wanita, maka muliakanlah ia, karena wanita adalah mainan. Barang siapa yang memilikinya, maka hendaknya dia tidak menyia-nyiakanya.

Tiga kekuatan jiwa

Al-Qur’an mengelompokan kekuatan yang terdapat dalam diri manusia menjadi tiga jenis bagian, yaitu : daya tarik, daya tolak dan daya pikir. Adapun perangkat akal dan kebodohan yang seluruhnya merupakan kekuatan ruh, jumlah seluruhnya ada seratus lima puluh perangkat. Tujuh puluh lima perangkat akal dan tujuh puluh lima perangkat kebodohan. Sebagian dari perangkat tersebut berkaitan dengan ilmu dan daya pikir. Sebagian yang lain berkaitan dengan daya tarik atau yang biasa disebut dengan kekuatan syahwat. Adapun sebagian berkaitan dengan daya tolak yang di kenal dengan kekuatan amarah.

Apa yang kita rasakan dalam diri kita dan yang kita lihat pada orang lain, adalah bahwa seluruh perbuatan manusia tersimpul dalam ketiga kekuatan tersebut diatas. Buku-buku akhlak menegaskan ketiga kekuatan tersebut, karena memang pada dasarnya akhlak berfungsi sebagai pendidik dan penguat jiwa. Setiap aktifitas yang lahir adalah manifestasi dari ketiga kekuatan tersebut.

Manusia berdaya pikir, memiliki daya tarik untuk menarik serta memiliki penolak dan kekuatan untuk mengelak. Setiap perbuatan manusia kembali pada ketiga kekuatan tersebut, dan adalah merupakan sebuah kebijakan bila manusia dapat mengendalikan ketiga kekuatan tersebut dan mengfusikanya secara proporsional.

Setelah menyebutkan seluruh kemuliaan tersebut, Al- Qur’an membawakan contoh masing-masing dari daya pikir, daya syahwat dan daya amarah tersebut.

Buku Referensi :

Amuli, Jawadi.2005.keindahan dan keagungan wanita, Jakarta : lentera

Muthhari, Murtadha.2009.perempuan dan hak-haknya menurut pandangan Islam, Jakarta : lentera

Posting Komentar untuk "Gender Bukan Faktor Penentu Nilai di Sisi Allah SWT"